Pengabdian Guru Honorer Dihargai Murah, Tega Ya!

INTERESTNEWS — Betapa murahnya sebuah pengabdian para guru honorer. Apalagi ketika mereka menjalani wiyata bakti sebagai guru honorer di sekolah-sekolah negeri di Indonesia saat ini. Berbeda dengan para guru honorer di era 1980-an, mereka berwiyata bakti di sekolah-sekolah negeri banyak yang bisa diangkat menjadi PNS. Istilah PNS (Pegawai Negeri Sipil) saat ini berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Seorang pensiunan guru SD di Klaten menceritakan kisahnya dari guru honorer menjadi PNS karena telah wiyata bakti selama 5 tahun pada 1980.

Saat ini para guru honorer yang menjalani wiyata bakti di sekolah-sekolah negeri tidak bisa serta merta menjadi ASN. Para guru honorer yang sudah menjalani wiyata bakti selama kurang dari 5 sampai lebih dari 15 tahun seolah putus asa. Mereka tidak bisa otomatis menjadi ASN seperti para guru honorer di era 1980-an.

Untuk menjadi  ASN, mereka harus mengikuti ketentuan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek). Mereka telah mengikuti ujian kompetensi calon guru ASN, yaitu: Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kemendikbudtistek menyelenggarakan  ujian tahap 1 antara 13-17 September 2021 dan pengumuman hasil seleksi kompetensi pada 24 September 2021. Untuk bisa lolos memenuhi syarat, mereka harus punya nilai ambang batas minimum pada Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 1127 Tahun 2021.

Ada ketentuan persyaratan tambahan bagi guru-guru honorer yang telah berumur di atas 35 tahun. “Ada tambahan nila afirmasi sejumlah 15% dari nilai maksimal kompetensi teknis,” ujar seorang guru honorer SD Negeri di Klaten. Karena itu, guru honorer berumur di bawah maupun di atas 35 tahun harus memenuhi nila ambang batas agar dapat lolos.

Pengabdian dan Perjuangan Guru Honorer

Berbagai macam guru honorer baik muda maupun tua mengikuti ujian kompetensi ini. Bahkan ada guru honorer berusia 57 tahun mengikuti ujian dan telah beredar di media sosial. Seorang guru honorer bernama Suhaeba (57 tahun 2 bulan) dari Luwu Utara menjadi peserta tertua PPPK.

BACA JUGA:  Sekolah Aktif Kembali, Semprot Dulu dengan Disinfektan

Mereka berjuang mati-matian mempertaruhkan nasibnya untuk bisa lolos. Di berbagai daerah para guru honorer yang sudah berusia lanjut ini ikut mengerjakan ujian secara online agar dapat lolos. Padahal mereka bisa jadi cukup gaptek (gagap teknologi) dengan teknologi saat ini.

Banyak dari para guru berusia lanjut yang mengikuti ujian ini mengalami pengalaman cukup berat. Ada yang kesulitan menggunakan perangkat komputer untuk ujian, sampai ada yang harus dibantu jalan karena dalam kondisi kurang sehat. Bahkan ada pengalaman yang tragis. Seorang guru honorer yang sudah lanjut usia mengikuti ujian. Setelah ia melihat hasil nilainya jauh dari jumlah nilai ambang batas, ia langsung jatuh tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.

Itulah sekelumit potret keadaan guru-guru honorer dalam memperjuangkan nasib mereka untuk bisa menjadi ASN. Pengabdian mereka luar biasa. Kita melihat betapa murah dan tidak berharganya sebuah pengabdian yang mereka kerjakan selama bertahun-tahun menjadi pendidik di sekolah-sekolah negeri. Tega dan ironis!

Pewarta: Yosaphat Murwanta

Mari Bagikan

2 thoughts on “Pengabdian Guru Honorer Dihargai Murah, Tega Ya!

  1. Itulah potret dunia pendidikan Indonesia saat ini, tidak mengenal perjuangan, pengabdian, dan toleransi, bahkan rasa kemanusiaan pun sudah tidak ada, karena semua pegawai pemerintah besok bukan manusia, tetapi robot.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *