INTERESTNEWS — Presidential threshold 20% bisa memunculkan calon presiden (capres) tunggal. pernyataan ini berasal dari mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo melalui Kuasa hukumnya Refly Harun. Dari pernyataannya tersebut Gatot Nurmantyo mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, MK menolak gugatannya dalam sidang terbuka melalui kanal YouTube MK secara langsung (live streaming) pada Kamis (24/2/2022).
Sebelumnya, MK tidak menerima gugatan Ferry Yuliantono dengan alasan pemohon tidak memiliki hak hukum (legal standing) untuk menggugat aturan itu. Menurut MK, pemegang hak hukum di Pasal 222 UU Pemilu adalah Parpol. Pasal tersebut berbunyi:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Gatot menegaskan bahwa pasal tersebut sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan.
“Berdasarkan hasil analisis, hasil renungan, kami berkesimpulan, Yang Mulia. Ini adalah sangat berbahaya karena presidential threshold 20% adalah bentuk kudeta terselubung,” ucap Gatot. Kudeta terselubung tersebut dapat mengancam negara demokrasi menjadi partaikrasi melalui berbagai rekayasa undang-undang. Demikian alasan Gatot.
Sebelumnya, dalam sidang di MK, Gatot menyatakan menolak aturan itu.
“Kami lihat misalnya soal fakta politik hari ini. Dominasi dari kekuatan yang hari ini berkuasa, itu sudah mencapai hampir 82% kalau kursi, dengan kurang-lebih 84% kalau basisnya adalah suara. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, maka bukan tidak menutup kemungkinan bisa adanya calon tunggal. Karena itu, tahapan akan terus berjalan kalau memang tetap ada calon tunggal. Jadi itu yang kami khawatirkan dan ini potensial melanggar prinsip bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menganut to around system,” pungkas Refly.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan