Sebuah Jam Tangan

Oleh : Lasma M Simbolon

“Saya sangat ingin memiliki sebuah jam tangan. Untuk saya dapat mengatur waktu saya dalam melayani Tuhan. Tapi, tidak pernah cukup uang yang saya memiliki untuk membelinya, karena miskinnya jemaat yang saya layani di Afrika. Di sini Tuhan memberikannya. Terima kasih!,” Ps Bronson.

interestnews,- Suatu hari, berapa tahun lalu, seorang teman memberitahukan kalau di STT Sangkakala Getasaan, Kopeng sedang menyelenggarakan seminar. Pembicaranya, seorang hamba Tuhan asal Afrika, Kulit hitam, kurus dan tinggi sekali.

Berhubung kala itu hari Sabtu, putriku Kathryn sedang libur, aku pun mengajaknya untuk ikut. Acara sudah mulai ketika kami tiba. Telat informasinya. Untungnya, kami masih kebagian kursi. Ps Bronson, seingatku namanya. Wajahnya tirus namun karismanya (urapan istilah zaman now, red). Jika ia tertawa, giginya putih sekali terlihat jelas.

Setiap uraian kata yang keluar dari mulutnya seakan mengandung kekuatan yang mampu menyentuh hati setiap orang yang hadir. Hening saat itu. Hanya suara Ps Bronson dan penterjemahnya yang terdengar.

Ps Bronson berkisah bagaimana kehidupan Afrika yang sesungguhnya. Sarat dengan kemiskinan namun lelakinya memiliki banyak istri. Melahirkan anak dan menambah deret anak yang malang terlahir ke dunia yang miskin.

Ia berkisah, ayahnya memiliki 58 istri, ia lahir dari seorang ibu istri ke 58 ayahnya.

“Anda dapat membayangkan betapa sulitnya kehidupan keluarga besar saya di negara miskin dan gersang. Primitif dan sarat dengan okultisme. Namun para lelaki tak berhenti memiliki istri dan seorang istri tak berhenti melahirkan. Itulah sebabnya, pertumbuhan penduduk begitu cepat sehingga kemiskinan semakin tak terbendung.” Ujarnya dengan nada prihatin.

Tak ada yang bisa kami lakukan kala itu, karena itu sudah tradisi. Ia bergelut dengan kemiskinan dan kesedihan serta kelaparan. Hingga suatu hari, Bronson yang kecil miskin mengalami perjumpaan dengan seorang pribadi yang membuat hidupnya tidak pernah sama lagi.

BACA JUGA:  Strategi Ketahanan Pangan di Masa Krisis

“Ada seseorang memperkenalkan saya dengan Yesus Kristus (Yeshua). Mengapa saya miskin dan bagaimana hidup saya terselamatkan dan tidak pernah sama lagi. Saya mengaku dosa dan menerima serta percaya bahwa Dia Tuhan dan juruslamat saya. Puji Tuhan! Sejak itu saya tidak pernah sama lagi.” Ujarnya.

Dikatakannya, kemiskinan terus merajalela. Kesedihan dan penderitaan selalu datang menyapa namun semuanya tidak sama lagi.

“Ada sesuatu supernatural sejak saya percaya Yeshua . Hati saya melihat penderitaan dan kesedihan serta kelaparan dengan berbeda. Ada damai dan sukacita. Saya memiliki hidup yang berarti . Kemiskinan dan penderitaan jadi tidak memiliki makna, yang ada keselamatn dan sukacita. Itu tidak terbendung dan tidak tergantung situasi kondisi. Seberapa miskinnya anda, hidup anda berbeda.” Ujarnya tertawa lebar sehingga gigi putihnya terlihat bersinar di antara wajahnya,

Lalu ia mengakhiri dengan ajakan untuk semua yang hadir datang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Melayani Tuhan dengan sepenuh hati.

Saat Ps Bronson sedang berdoa penutup. Tiba-tiba saya mendengar suara lembut berbisik di telingaku. “Lihat tangannya.” Aku segera melihat tangannya, lalu berkata dalam hati: “Tuhan, tanganku putih, tangannya hitam tapi karena dia kurus besarnya sama.”

“Berikan jammu kepadanya.”Suara itu masih lembut tapi sedikit tegas.

Aku tersentak. Jam tangan itu, satu-satunya milikku dan harganya kala itu lumayan bagiku berkisar (300 – 500 ribu kala itu) pemberian dari seorang teman. Saya sangat suka modelnya. Jam tangan kesukaanku. Bagaimana mungkin. Namun, aku belajar taat.

Usai Pastur itu menutup doa. Aku maju ke depan dan mengulurkan jam tangan itu. “Ini untukmu, Tuhan suruh saya berikan padamu.” Ujarku.

Ps. Bronson melihatku dengan senyum lebar. Matanya bersinar dan menerima jam tangan itu dengan haru. Lalu ia memakainya. Memutar-mutar lalu, wajahnya bersinar penuh sukacita. Kembali memutar jam itu.

BACA JUGA:  Wirausaha Mikro di Era Digital

“Praise The lord! Saya sangat ingin memiliki sebuah jam tangan. Untuk saya dapat mengatur waktu saya dalam melayani Tuhan. Tapi, tidak pernah cukup uang yang saya memiliki untuk membelinya, karena miskinnya jemaat yang saya layani di Afrika. Di sini Tuhan memberikannya. Terima kasih!,” Ps Bronson.

Mendengar ini, aku terharu lalu mengajak putriku untuk pulang, tanpa ikut makan bersama. Aku berkata kepada Kathryn putriku ; “Ayo kita pulang! Sebelum aku menyesal dan berusaha memintanya kembali,” ujarku sambil menghibur hatiku. Mendengar ini, Kathryn putriku tertawa.

Selang beberapa hari kemudian, persis di HUT ku, ada seseorang mengirimkan foto sebuah jam tangan merah. “Hadiah ultah kakak ya, ini baru foto, aslinya sebentar lagi sampai.” Ujarnya di wa.

Benar saja! Tak lama JNE muncul sebuah bungkusan berisi jam tangan merk Franck Muller, Geneva. Aku cek kawe atau asli dan terlihat masih baru. Ternyata asli. Aku teringat Ps Bronson, tak terasa air mataku jatuh menetes.

Meski sudah berapa tahun jam tangan Franck Mullernya masih unik dan elegan.

Sebulan kemudian saat aku ke Jakarta, bertemu dengan yang memberikan jam tangan tersebut. Ketika aku mau pulang, ia mengambil sekitar 9 jam yang harganya lumayan dan memberikannya. Hingga saat ini, jam tangan itu masih tersimpan denga baik dan sebagian aku berikan kepada orang yang Tuhan gerakkan aku berikan.

Aku terkesima. Yang memberikan jam itu tidak mengerti apa yang kualami. Aku hanya terdiam dalam haru. Betapa baiknya Tuhan menghibur kita dengan kasihnya yang tak terbatas.

Saat dalam perjalanan di damri, tak terasa air mataku jatuh menetes, karena aku tidak berharap yang lebih. Aku juga bukan orang yang menyukai kemewahan. Hanya saja! Tuhan begitu membuatku terpesona.

BACA JUGA:  Selamat Datang Ibu, di Semarang

Saat itu, aku kembali medengar suara lembut, “Apa yang kau tabur, engkau akan menuai. Satu engkau tabur, engkau akan mendapat lebih.”

Aha! Apapun yang kita tabur dalam hidup ini, cepat atau lambat, kita akan menuai apa yang kita tabur. Jika kita menabur segala yang baik, maka akan ada waktunya kita akan menuai segala yang terbaik, bukan saja di dunia melainkan di surga kelak nanti. Jangan jemu menabur segala yang baik. Jika kita tidak bisa memberi. Setidaknya berilah waktumu berdoa bagi semua orang. (**)

 

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *