Jari Tangan Putus, Perusahaan Tidak Peduli

INTERESTNEWS — Seorang ibu berinisial HD ingin mencari tambahan pendapatan. Kemudian ia bekerja pada sebuah perusahaan. Saat bekerja di perusahaan tersebut, HD mengalami kecelakaan kerja. Beberapa jari tangan kirinya putus. Bagaimana bidang hukum mengurai kasus ini? Ikuti kisah nyatanya di sini.

HD memiliki 4 anak (masih kecil-kecil) dan membutuhkan biaya besar. Sementara itu, gaji suaminya masih standar UMR (Upah Minimum Regional) sebagai buruh percetakan kecil. Tentu saja, gaji tersebut tidak cukup menafkahi keempat anak dan istrinya.

Sebagai seorang ibu dan isteri, tentu HD ingin meringankan beban suaminya dengan mencari tambahan penghasilan. Tambahan penghasilan tersebut sebagai persiapan agar anak-anaknya dapat menikmati pendidikan dan kehidupan yang lebih baik.

Kebetulan di kota dia tinggal, ada sebuah perusahaan plastik yang berproduksi membuat sedotan plastik sedang membuka lowongan pekerjaan. Syaratnya adalah pendidikan SLTP, berumur minimal 19 tahun. Karena HD memiliki Ijasah SMEA, maka ia melamar dan perusahaan tersebut menerimanya.

Sebelumnya, pihak perusahaan telah menginformasikan demikian:

  1. Karyawan baru akan masuk masa percobaan selama 3 bulan.
  2. Setiap karyawan akan bekerja shift siang dan malam.
  3. Karyawan menerima gaji atau upah setiap minggu tergantung berapa kali masuk kerja.

Setelah beberapa minggu HD masuk kerja, perusahaan tersebut sebetulnya cukup besar. Bahkan produksinya tidak pernah berhenti sekalipun hari libur. Karyawannya berjumlah ±100 orang. Mobil boksnya ada ±10 buah. Ada alat produksi pengolah mesin sedotan juga banyak. Sayangnya, tidak ada serikat buruh bahkan tidak ada alat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Gaji karyawan berbeda-beda, yaitu:

  • Karyawan bagian operasional produksi bergaji setiap minggu. Akumulasi per bulan masih di bawah UMR apabila tidak ada tambahan gaji lembur.
  • Supervisor, sopir, dan pegawai kantor bergaji setiap bulan. Besarnya gaji standar UMR bagi supervisor dan sopir, sedangkan bagi karyawan kantor gajinya minimal UMR.
  • Semua karyawan tidak mendapatkan uang makan.
BACA JUGA:  Solusi Hutang pada Bank Setelah Terjadi Perceraian

Dari hal tersebut sekilas kita dapat melihat bahwa perusahaan itu bukanlah perusahaan yang baik dan sehat. Perusahaan tersebut tidak memperhatikan hak-hak buruh/karyawannya.

Peristiwa Tidak Terduga Jari Tangan Putus

Di suatu malam yang tak terduga menjadi malam mencekam bagi HD. HD masuk kerja pada jam malam itu dan menjalankan tugasnya sebagai operator mesin. Tiba-tiba HD berteriak, jatuh dan dunia menjadi gelap. Ketika HD bangun, ia sudah berada di rumah sakit (RS). Saat ia melihat tangan kirinya, ternyata kelingking, jari manis, dan jari tengahnya telah hancur tidak tersisa. Darah mengucur mengucur di tangan kirinya. Tentu hancurlah hatinya karena ia berpikir dirinya sudah tidak berarti lagi.

Atas Kecelakaan kerja tersebut, peruasahaan ternyata hanya membiayai selama berada di RS. Ketika pulang dari RS, HD hanya menerima uang simpati Rp3 juta dari perusahaan. Ia pun harus keluar dari perusahaan karena perusahaan menganggapnya tidak bisa produktif bekerja lagi. Selain itu, perusahaan melihat HD baru bekerja 3,5 bulan.

Dari kejadian tersebut HD merasa perusahaan tersebut memperlakukannya tidak adil dan berusaha menuntut keadilan dengan didampingi advokat sebagai Kuasa Hukumnya.

Dengan demikian antara HD dan perusahaan telah terjadi sengketa dalam hubungan kerja. Hukum Perburuhan menyebutnya sebagai Perselisihan Hubungan Industrial.

Perspektif Hukum

Sejak jaman Belanda sampai sekarang Perselisihan Hubungan Industrial dalam dunia kerja telah banyak dibuat peraturan dan Undang-Undang (UU). Tujuannya agar dunia Kerja dan Hukum Kerja semakin saling memperhatikan masing-masing hak dan kewajibannya.

Pihak-pihak yang terkait dalam Hukum Kerja dan harus saling bersinergi adalah:

  1. Pekerja/Buruh
  2. Serikat Pekerja/Serikat Buruh
  3. Pemberi Kerja/Pengusaha
  4. Organisasi Pengusaha
  5. Lembaga Kerjasama Bipartit (pihak kedua) dan Tripartit (pihak ketiga)
  6. Pemerintah
BACA JUGA:  Perjanjian dalam Kehidupan Sehari-hari

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dengan cara:

  1. Penyelesaian Bipartit.
  2. Solusi Tripartit melalui kantor Dinas Ketenagarjaan di kota atau kabupaten di mana perusahaan berada.
  3. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Tingkat Provinsi.

Langah-langkah bagi HD dengan Kuasa Hukumnya adalah:

  1. Melakukan pembicaraan dan penyelesaian secara Bipartit, yaitu: Pengusaha/Kuasanya dan Karyawan yang didampingi oleh Kuasa Hukumnya.
  1. Dalam pembicaraan Bipartit tersebut dibuatlah Risalah yang harus ditandatangani kedua belah pihak.
  2. Dari risalah tersebut Pihak Perusahaan tetap pada prinsipnya hanya mau membiayai biaya RS selama 7 har ketika HD berada di RS dan memberikan uang simpati Rp3 juta. Perusahaan memberhentikan (PHK) secara sepihak dan tidak mendapatkan pesangon apapun. Dalam risalah tersebut, Pengusaha mengakui bahwa pihak perusahaan tidak memperlengkapi alat K3 dan karyawan tidak didaftarkan pada asuransi ketenagakerjaan.
  3. Karena menemui jalan buntu seharusnya berlanjut permohonan Mediasi dan penyelesaian secara Tripartit (Pengusaha, Buruh/Karyawan, Pemerintah). Permohonan kepada instansi pemerintah, dalam hal ini, Dinas Ketenagakerjaan kota/Kabupaten di mana Perusahaan berada.
  4. Dari kecelakaan kerja HD yang akhirnya menjadi sengketa Perselisihan Hubungan Industrial. Jelas ada kelalaian dari pihak Pengusaha karena tidak menepati kewajiban sebagai Perusahaan yang baik sesuai Hukum yang berlaku di Indonesia. Sebelum permohonan ke Tripartit, Pengusaha ini dilaporkan ke Kepolisian dengan dugaan adanya pelanggaran dan atau tindak pidana. Pengusaha lalai dengan tidak menjalankan kewajiban-kewajibannya, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja bagi HD dengan jari tangan putus.

Solusi

Karena Pengusaha takut kedoknya terbongkar semua dan adanya ancaman hukum pidana, akhirnya melalui mediasi oleh pihak Kepolisian terjadi Perdamaian. Akhirnya, HD mendapatkan:

  1. Pembuatan alat ortopedi yaitu jari-jari palsu dengan biaya dari pengusaha.
  2. Mendapatkan ganti kecelakaan kerja sebesar Rp15 juta.
  3. Karena menganggap Pengusaha telah mem-PHK secara sepihak, HD meminta kompensasi dalam bentuk uang saja. Kedua pihak sepakat kompensasi sebesar Rp15 juta.
  4. HD mencabut laporan di kepolisan.
BACA JUGA:  Perjanjian dalam Kehidupan Sehari-hari

Sebetulnya HD mendapatkan hak-haknya tidak seimbang dengan hilangnya sebagian anggota tubuh yang tidak ternilai harganya. Namun demikian, paling tidak hak-haknya telah terpenuhi sebagian.

Sedangkan Pihak Pengusaha harus segera melakukan perbaikan untuk lebih memperhatikan kewajibannya.

Penulis: Diah Sri Nugraheni, S.H. (advokat dan Legal Officer pada INTERESTNEWS.OR.ID)

Catatan: kisah nyata tersebut tidak perlu menjelaskan nama para pihak dan kota tempat kejadian.

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *