Hadasa mengangguk. “Jangan khawatir aku akan mengingat semua yang kau katakan.
Sudah saatnya aku harus menghadap Raja bukan?! Da…”
“Bunga Mawar Merah!!!” Keduanya pun tertawa riang.
“Kau akan heran melihat seluruh istana tumbuh subur dengan bunga mawar merah, itulah kesukaan raja kita. Menurutnya, bunga mawar Merah memiliki aroma keberanian, kesucian dan ketulusan. Itulah yang kau berikan kepada sang Raja sebagai bukti cinta dan pengabdianmu!” Ujarnya sambil menyerahkan bunga mawar itu ke tangan Hadasa lalu memberi doa restu.
Hadasa melangkah perlahan. Dayang istana yang menghantarnya meninggalkannya sendiri memasuki ruang kediaman Raja Ahasyweros. Sepasang matanya yang indah begitu mengagumi keindahan dekorasi ruangan menuju ruangan utama raja. Kemewahan bangunan dengan keramik klasik dan pernak pernik hiasan dari emas murni terpajang indah. Ia begitu terpesona dengan pemandangan yang ada di sekeliling pelataran ruang utama raja yang penuh dengan tanaman bunga mawar merah dan putih. Tumbuh subur, segar dan Terawat.
Satu persatu tanaman itu ia amati. Beberapa daun layu ia petik dan membuangnya ke tempat yang tersedia. Ia begitu asyik menikmati tanaman tersebut sehingga ia tidak menyadari jika sepasang mata terus mengamatinya mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Hadasa tidak menyadari kehadiran Raja Ahasyweros yang telah menunggu kehadirannya yang tak kunjung tiba. Melihat Hadasa asyik menikmati keindahan bunga mawar.
Raja Ahasyweros terpana melihat sikap Hadasa yang unik tidak seperti gadis-gadis peserta lainnya. Gadis ini hanya membawa setangkai bunga mawar merah, kesukaanku, desis Raja Ahasyweros dalam hatinya. Timbul di hatinya untuk menguji gadis itu.
“Hmm!!!” Suara seorang pria.
Hadasa terkejut segera menoleh ke arah suara yang menyapanya. Ia terpana melihat seorang pria tegap dan gagah berdiri tidak jauh darinya.
“Maaf, ak..aku mau ketemu Raja Ahasyweros..”
Sepasang mata pria itu begitu lembut namun menyimpan ketegasan. Hadasa terpana. Keduanya saling bertemu pandang dan keduanya pun tampak kikuk dengan wajah merona merah.
“Bukankah namamu Hadasa?!” Tanya pria itu penuh selidik, sambil berusaha menepis kecanggungan yang timbul tiba-tiba muncul.
“Aku harus menghadap raja tapi aku tidak tahu Raja di mana aku tidak diberi petunjuk?” Suara Hadasa bergetar gugup dan sedikit cemas.
“Aku pengawal Raja. Saat ini Raja sedang istirahat. Silahkan istirahat di sini saja dan menunggu” Ujar pria itu tanpa sungkan dengan ramah menghantarnya ke sebuah kursi megah di sebuah ruangan. Hal ini membuat Hadasa heran tidak seperti biasanya pengawal yang selama ini ia temui. Sikap mereka pun mulai mencair.
Pria itu duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan Hadasa. Hadasa pun salah tingkah ketika pria itu terus menatapnya dalam. Hatinya bergetar, dan terpaku. “Ah, Kenapa ada pria ini di hadapanku sebelum ketemu raja?” Desis Hadasa dalam hati.
Sepertinya apa yang ada dalam pikirannya selama ini sirna tidak seperti yang dikatakan Hegai bahwa ia akan berhadapan langsung dengan raja bukan pengawal dan pengawal raja yang seakan tiada henti menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, mengguncang hatinya.
“Hadasa? jika kau ketemu dengan raja apa yang kau inginkan darinya?”Pria itu tertawa melihat sikap Hadasa yang gugup.
“Ak..aku…aku tidak menginginkan apa-apa.. Rasanya aku ingin pulang dan memilih untuk menjadi orang biasa saja..” Ujarnya mendesah setelah ia berhasil menguasai dirinya di hadapan pria itu. Ia berusaha mengecilkan suaranya nyaris tak terdengar.
“Mengapa begitu? O, ya!.. Apa yang kau bawa ditanganmu?” Katanya lagi dengan tersenyum.
“Ak..aku? Iya, aku hanya…membawa ini untuk raja.” Hadasa berusaha menyembunyikan setangkai mawar merah di balik punggungnya. “Hm, semoga Raja menyukainya. Baiklah! aku ke dalam dulu Raja saat ini pasti sudah siap-siap menemuimu. Bersikaplah tenang. santai saja dan jadilah dirimu sendiri ya..?!” Pria itu menepuk pundaknya akrab, seakan ia telah mengenalnya lama dan segera berlalu dari hadapannya.
Hadasa tampak gelisah. selama ini ia tidak pernah berjumpa dengan sang raja. Segera ia berlari menyusul menyentuh tangan si pengawal itu. “Apa yang harus aku lakukan jika raja datang? aku begitu gugup.” Kata Hadasa memberanikan diri buka suara. Seakan apa yang ia dapatkan selama 1 tahun lenyap dalam pikirannya.