INTERESTNEWS — Ketika pembukaan acara Borobudur Student Festival (BSF) 2022, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendadak bertindak menjadi sutradara Gemu Fa Mire. Acara pembukaan tersebut berlangsung di Canisio Art Center, SD Kanisius, Wonorejo, Kabupaten Magelang, Senin (27/6/2022).
Saat itu, Ganjar mengumpulkan para pelajar dari berbagai daerah di atas panggung untuk menari bersamanya. Suasana semakin meriah ketika semua yang hadir ikut mendendangkan lagu Maumere atau Gemu Fa Mire. Setelah itu, Ganjar kemudian meminta masing-masing perwakilan yang naik ke panggung untuk mempertunjukkan salah satu kesenian daerah. Pada saat itulah lagu Bungong Jeumpa, Tari Ratoh Jaroe, Tari Cakalele, hingga Tari Kecak, ikut mewarnai acara.
“Terima kasih untuk semua yang datang ke BSF ini. Baru datang saja tadi saya sudah lihat bagaimana bajunya saja beragam. Nenek moyang kita itu peradabannya tinggi,” beber Ganjar.
Usai membuka acara, Ganjar kemudian berkeliling melihat hasil karya dari para pelajar. Ia mengaku terkejut karena perwakilan seluruh Indonesia hadir pada acara tersebut. Di antara karya yang menarik perhatian Ganjar adalah masker arang untuk perawatan muka, kriya berupa keramik, dan pengolahan sampah.
Kemerdekaan dalam Belajar
Ganjar mengatakan hasil karya yang bermacam jenisnya itu merupakan bentuk bagaimana pelajar memiliki kemerdekaan dalam belajar. Borobudur Student Festival juga menjadi sebuah improvisasi yang bagus dan harus dikembangkan lagi. Ia berharap student festival itu bisa berlangsung secara bergilir di berbagai tempat di Indonesia. Jadi tujuannya adalah membuka ruang belajar tentang keberagaman dan berbagi kebudayaan di antara para pelajar.
“Saya membayangkan kalau Student Festival ini bisa bergilir ke banyak tempat di Indonesia dan mereka akan piknik. Pikniknya jauh dan literasinya akan banyak sekali. Bisa kenal antarsuku berbeda, agama berbeda, dan kemudian seni budaya serta kuliner yang berbeda. Itu pasti akan mengasyikkan. Anak-anak kita akan merasa Indonesia sangat kaya,” jelasnya.
Para perwakilan pelajar dari seluruh Indonesia ikut memeriahkan BSF 2022 ini. Di antaranya pelajar asal Bali, Ternate, Ambon, Papua, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Jawa, hingga Aceh.
Di sisi lain, Direktur BSF 2022 Dina Triastuti menyatakan BSF merupakan pengejawantahan paradigma “Merdeka Belajar” ke dalam konteks keberagaman seni budaya lokal. Ini dapat menjadi sumber pengetahuan serta upaya menguatkan pembiasaan pembelajaran mandiri.
“Selama setahun mereka bersama-sama menghidupi proses belajar yang melibatkan cipta, karsa, dan rasa seturut paradigma pendidikan Ki Hajar Dewantara dan N. Driyarkara,” katanya.
Dia menjelaskan terdapat 1.685 ide karya selama Program Presisi, berasal dari 101 sekolah di 10 provinsi di Indonesia. Festival tersebut berlangsung dari 27 Juni sampai 2 Juli. Karya-karya siswa tampil dalam beberapa sesi. Mulai sesi ekologi, humaniora, sosial budaya, sandang, pangan, dan papan lokal.
“Sebelum karya ditampilkan, kami melibatkan pendampingan dari para seniman kolektif untuk dikurasi,” katanya. Di sela kegiatan juga akan diluncurkan buku “Perubahan Itu Nyata: Praktik Baik Pendidikan Kontekstual”. Buku ini tersusun dari 45 naskah tulisan 23 guru dan 22 siswa dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia. Ada pula panggung seni dari para siswa. (IN)