Masihkah mamaku mengajakku ke restoran bintang sepuluh? Masikah ada puja puji meski muna? Haruskah nanti aku makan nasi kucing?! Iiihhhh! menjijikkan. Bagaimana aku dapat makan nasi kucing yang cocok untuk kucing. Nasi sedikit, sambal ikan teri. Kucing aja gak bakal kenyang kali. Hanya saja kenapa nasi kucing ini sangat favorit?
Saat yang paling menyedihkan adalah saat tiba-tiba suka terlintas dalam pikiranku. Jika aku meninggal, akan ke manakah aku. Surga atau nerakakah?! Ihhh. Oh, my God. Kesadaran ini muncul sejak aku pernah mengalami kecelakaan untungnya tidak apa-apa. Aku menabrak mobil yang sedang parkir saking kesel lalu gak lama mobilku terserempet truk, untungnya tidak terjadi apa-apa tapi itu membuatku takut. Lord! Help me.
Diaryku, sejujurnya aku ingin berubah. Aku punya keinginan dalam hati. Jika seandainya saja Sisi mau datang ke rumahku dan bersahabat denganku. Maka aku akan mencurahkan isi hatiku yang selama ini tertekan dan menderita. Aku dihinggapi ketakutan, persaingan, kecemburuan, iri hati,dengki, perseteruan, gelisah dan curiga. Penuh kemunafikan dan tidak tulus. Itulah aku.
Aku salah satu orang yang percaya Tuhan dan yakin surga dan neraka itu ada. Bukankah di surga tidak ada yang punya karakter seperti itu selain di neraka? Tuhan, masa aku penghuni neraka? Sia-sialah amal, pelayananku dan puja puji dan kekayaanku. Akh! Betapa menyedihkannya hatiku saat ini, aku tidak mudah terbuka apa adanya. Andai aku bisa terbuka aku hanya ingin terbuka kepada orang yang berani berkata siapa aku sebenarnya sebab aku pun tahu siapa aku. Selain Tuhan. Aku tahu bisa mencurahkan isi hatiku kepada Tuhan tapi Tuhan pun pakai seseorang sebagai alatNya, aku tahu, aku butuh Sisi yang selalu aku benci. Melepaskan pengampunan dan menjadi baru.
Diaryku, andai…
Tok! Tok!Tok! Dina menghentikan tulisannya, ketika pintu tiba-tiba saja di ketok.
“Masuk saja. Pintu tidak di kunci kog!” Dina dengan secepat kilat menutup diarynya.
Tok!Tok!Tok! Pintu masih terus di ketok.
“Masuklah! Ak..” Dina membuka pintu. Alangkah kagetnya ia ketika Sisi berdiri di depan pintu. “Si, aaa..ngin apa yang membawamu kemari Ayo, masuk dan silahkan duduk!” Katanya gugup tapi ada rasa bahagia. Apakah Tuhan sedang berpihak kepadaku? Apa ini mimpi?
“Angin surga! Tadi habis kerja kelompok tiba-tiba hatiku ingin ke rumahmu. ”Sisi tertawa lalu menyelonong masuk dan duduk di kursi belajar Dina. Ketika matanya menangkap buku Diary, ia segera membukanya.”Boleh aku membacanya?”
Dina masih berdiri terpaku. Ia heran pada dirinya sendiri. Kenapa ia seperti tidak berdaya dan ada rasa bahagia melihat kehadiran Sisi di kamarnya. Dina dengan cepat mengangguk, sambil mengikuti Sisi dengan ekor matanya. Kedua tangannya dilipat di dadanya. Ketika ia melihat Sisi membuka buku diarynya. Ia diam saja. Sampai catatan yang baru ditulisnya dilahap habis dalam sekejab oleh Sisi.
Usai membacanya, Sisi terperanggah menatap bola mata Dina yang juga sedang menatapnya. Tajam dan dengan perlahan melembut. Kemudian setetes air mata jatuh dipipinya. Kedua bola matanya berkaca-kaca.
“Dina, maafkan aku!” Sisi segera berdiri dan merangkul Dina. Keduanya berpelukan erat sambil menangis keras. “Aku tidak pernah menyangka kau begitu menderita karen aku.” Tangisnya semakin mendekap Dina erat.
“Aku yang salah Si, tapi aku lelah hidup begini terus, aku ingin berubah. Aku tahu semua orang membenciku sekalipun mereka tampak memujaku, tapi itu penuh kemunafikan, ketakutan dan tidak tulus. Aku tahu kau seperti itu kepadaku karena kau tidak munafik. Setelah aku merenung, aku pun sadar kalau dari semua orang hanya kau dan Jordy yang sungguh-sungguh peduli kepadaku. Kalian berani menegorku untuk kebaikanku.” Isak Dina dengan beruarai air mata.