George Menghadapi Trauma
Pada 1993, saudaranya, mendirikan tempat latihan tinju dan dia mengundang George. Namun George menolaknya karena dia tidak ingin jemaat melihatnya dekat dengan ring tinju.
Suatu kali, tidak sengaja George harus singgah di gym. Di sana, George melihat seorang ibu dan anak remajanya yang berusia sekitar 15 tahun. Mereka melihat dengan penuh harap dan ingin berbicara dengannya. George tahu akan ke mana arah cerita mereka karena George melihat dirinya sendiri dan ibunya dalam diri mereka. Ibu itu pasti akan bercerita bagaimana miskinnya hidup mereka dan mengenai anaknya yang selalu terlibat dalam masalah.
Ia pasti ingin agar George melatih anaknya bertinju dan mengarahkannya. George berusaha menghindar bercakap-cakap dengan mereka, dan George pun pergi meninggalkan mereka dengan sebuah perasaan bersalah.
Setelah itu, George menelepon Roy untuk menanyakan keadaan anak itu. Roy berkata bahwa anak itu sudah masuk penjara. George merasa seperti ada pukulan yang sangat keras menghajarnya dan membuatnya ‘KO’ ketika mendengar berita tersebut.
“Ya Tuhan, trauma saya pada ring telah membuat satu jiwa tersesat. Sejak melayani Tuhan, saya mau pergi ke mana saja. Tuhan utus, ke penjara, rumah sakit, pedalaman, sampai ujung dunia pun saya mau pergi, kecuali satu tempat ring tinju,” ujarnya.

Di Usia Tua, George Kembali ke Ring Tinju
Pada saat itu, ia mendengar Tuhan berkata, “Sekarang saatnya George, bawa Aku ke sana…”
Akhirnya, Big George kembali ke ring tinju saat usianya yang sudah tidak muda. Dunia menjadi gempar ketika ia kembali ke ring tinju. Mereka menahan napas saat ia bertarung dengan anak-anak muda yang memiliki kecepatan dan kekuatan, yang jauh berbeda dari orang seumurnya.
“Bagi mereka, mustahil seorang tua berumur 40-an tahun mampu bertinju lagi. Tapi saya membuktikan bahwa semua perhitungan dunia adalah salah. Pada usia hampir 50 tahun, saya kembali merebut gelar juara dunia dan dinobatkan sebagai petinju tertua yang pernah meraih gelar juara dunia. Saya menekuk Michael Moore dengan ‘KO’ pada ronde ke-10, padahal dia baru menaklukan Evander Holyfield. Saya menyatukan seluruh gelar juara badan dunia, yaitu WBA, WBC, dan IBF,” jelasnya.
Ia kembali bertarung melawan Axel Schultz dan berhasil meraih sabuk juara.
“Saya menang melawan Axel Schultz. Saya berhasil meraih sabuk juara dan saya bangkit saat itu dan menyerahkan sabuk itu ke tangan Alex. Lalu mengundurkan diri dari dunia tinju. Saat itu saya sudah tua. Mereka tidak habis pikir bagaimana orang setua saya bisa melakukannya, saat seharusnya tidak ada lagi kekuatan orang muda tersisa dalam diri saya ini. Hanya satu jawabnya, hanya satu kekuatan yang membuat tubuh tua ini bangkit menjadi pemenang, yaitu Kekuatan dari Tuhan Yesus. Bukan kuat dan gagah saya, melainkan karena Roh Tuhan ada dalam diri saya,” tandasnya mengakhiri kisahnya. (Ls/bgs)