Manunggaling kawulo GUSTI dalam Temu kebatinan katolik (TEBAT)

Interestnews,- Temu kebatinan katolik (TEBAT) sudah lama diadakan oleh Komisi Himpunan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Agung Semarang,  sejak tahun 1997.

Tebat dulu sering diadakan di kafe EVA dan juga di tempat lain di Goa Ambarawa. Kemudian dikembangkan di setiap kevikepan bahkan saat ini kevikepan di tingkat rayon.

Komisi Himpunan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) rayon Wonogiri mengadakan temu kebatinan katolik (TEBA) di Gereja Paroki St Yusup Baturetno Wonogiri, Jawa Tengah, (Minggu, 27/11/22).

Kegiatan tebat tersebut dihadiri 120 peserta, yang terdiri dari umat katolik Paroki Baturetno, Danan, Wonogiri, bahkan dihadiri dari luar kota seperti umat Paroki Gondang, GMA Klaten, Solo, Sragen, Sukoharjo, dan Yogya.

kebatinan katolik (TEBA)

Ketua penyelenggara tebat Stephanus Suroto menjelaskan kegiatan tebat ini sebagai upaya yang dilakukan HAK Kevikepan Surakarta Rayon Wonogiri  dengan mengambil tema: “MANUNGGALING KAWULO GUSTI”.

Dengan nara sumber :

  1. KH. AHMAD NURHADI SYAFI’I  dari NU Wonogiri
  2. ROMO MARTINUS JOKO LELONO PR. dari Yogyakarta

Yang  tujuannya mengenalkan budaya Jawa yang dicampur dari pada agama katolik, mencari solusi terbaik, sebabnya agama katolik ini bisa diminati oleh budaya Jawa. Larasing tripito cipto karono adalah laras bagaimana sujud marang Gusti, manembah marang Gusti, ngormati sak podo-podo, ngormati bumi.

“Harapannya terutama peserta bagaimana bisa benar-benar mendalami sebagai seorang katolik, bagaimana kita menjalankan perintah-perintah dari Allah, sesuai dengan injil,  kita srawung dengan agama lain tidak canggung, dan kegiatan TEBAT bisa terus dilakukan secara rutin sehingga terjalin hubungan yang harmonis,” ungkap Suroto yang juga Ketua HAK rayon wonogiri.

Sedangkan KH.  Ahmad Nurhadi Syafi’i yang masih aktif di MUI Wonogiri  menjelaskan perspektif islam terhadap manunggaling Gusti. Tuhan dan manusia memiliki dua sisi ruhaniyah.

BACA JUGA:  Studi Tiru Program Kepenyuluhan Inovatif

Sisi Kemanusiaan (nasutiyah), dan sisi Ketuhanan (lahutiyah).

Manusia dan Tuhan kembali pada situasi primodialnya; orang jawa menyebutnya manunggaling kawulo Gusti, Gustine kawulo, kawulane Gusti. Wallahu A’lam”.

Penjelasan manunggaling kawulo Gusti yang intinya manunggaling kawulo lan Gusti, akan dicapai  oleh manusia yang sempurna. Yaitu manusia yang segala tindak laku dan perbuatannya mencerminkan perbuatan TUHAN.

Tujuan perspektif islam, mengenalkan bahwa keberagaman agama dirangkum menjadi satu. Intinya agama yang di indonesia itu adalah agama kita, kemudian bersaudara antara Kristen, Katolik, Hindu dan Budha itu adalah saudara kita.

Secara sosial kita berasal dari Adam dan Hawa meskipun sudah berbeda agama, adat, dan istiadat kepercayaan yang terpencar sedemikian luasnya. Jadi tidak ada pemisahan yang memisah.

“Harapannya Merajut kebersamaan sangat luar biasa, semoga ini tidak terakhir dan masih ada kesinambungan untuk bersama-sama dengan kita. Peserta dan masyarakat umum hendaknya juga bisa memahami pluralisme agama, agar pemahaman agama itu benar-benar dilaksanakan dalam kesehariannya. Aktualisasi di dalam bermasyarakat beragama, sehingga mengharapkan dengan lintas agama ini akan wujud Kebhinekaan Indonesia kita yang aman bersama semua. Jadi islam tidak monopoli bahwa Indonesia tidak harus agama islam, karena Indonesia punya Bhineka Tunggal Ika,” Ungkap KH. Ahmad Nurhadi Syafi’i pengasuh pondok pesantren di selogiri wonogiri, Dai kamtibmas polres, dan juga sebagai Bintal kodim.

Romo Martinus Joko Lelono dari Yogyakarta dalam kegiatan manunggaling kawulo Gusti juga menjelaskan, tentang manunggaling kawulo Gusti itu sebuah tradisi pemikiran tentang KeTUHANan dalam konteks jawa yang sering kali dihubungkan juga dengan islam, karena islam lebih dulu dalam arti merefleksikan imannya dalam konteks mistik jawa. Utamanya mempelajari mencoba menyadari kedalaman iman di dalam konteks tradisi budaya setempat.

BACA JUGA:  Doa Bersama dan Pelantikan Pengurus PGPI Kota Palangka Raya

Didalam katolik yang salah satunya dalam buku ” Puri Batin” diajarkan oleh  Santa Theresia dari Avilia juga ada jalan mistik.   Seperti diungkapkan Tom Yakob SJ. menyebutkan tentang bahwa setiap manusia memiliki rohani masing- masing.

Kesimpulan romo bahwa kita itu beragama belum tentu berTUHAN, artinya TUHAN itu harus dicari dalam pencarian batin oleh masing-masing pribadi.  Romo Martinus Joko Lelono Pr.  berharap semoga pertemuan ini boleh menjadi kesempatan bagi umat untuk menyadari kembali pentingnya pengolahan rohani untuk menemukan kedekatan dengan TUHAN.

Jadi tidak serta merta hanya mengikuti Liturgi, Ibadat saja, tetapi juga mencarinya dalam proses olah rohani pribadi. Ungkap Romo Joko.

Kegiatan tebat berlangsung dengan lancar, aman serta sesekali diselingi alunan lagu-lagu religius  dari kesenian kerawitan  umat saloko wonogiri,  ditutup dengan doa dan foto-foto,  dilanjutkan makan siang bersama. ( Pewarta : Ben neo )

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *