Rumah Besar Di Hutan Rimba

 Sebuah Tas Ransel Di Atas Batu

Episode 1

(Kisah seorang gadis belia yang terjatuh di Tengah Hutan Ganas pada sebuah kecelakaan. Ia mengalami sesuatu yang penuh misteri. Sebuah petualangan yang seru, menegangkan serta menakutkan, Lasy nama gadis itu)

Seorang gadis belia tergeletak di tengah rerumputan. Tubuhnya mungil dan terlihat menggeliat. Terdengar suara ringis kesakitan. Selembar dedaunan menutupi wajahnya. Ia mencoba menepis dengan tangannya yang belepotan dengan rumput bercampur lumpur lalu menggerakkan kedua tangannya berusaha meraih sesuatu yang dapat membantunya berdiri. Gagal. Matanya tampak terpejam hanya tangannya masih terus berusaha meraih sesuatu.

Sekujur tubuhnya terlihat lemah lunglai namun ia berusaha keras untuk memiringkan tubuhnya dan mencoba merangkak sambil jemarinya berusaha untuk meraih sesuatu. Matanya dikedap kedipkan. Terasa perih.

Ia hendak membuka kelopak matanya, namun ia urungkan karena ia merasa semakin perih terkena tetesan air dari dedaunan yang basah dari helai rambutnya. Ia akhirnya mengusap matanya dengan punggung jari telunjuknya. Berhasil. Lalu membuka matanya perlahan.

Matanya mencoba mengitari sekitarnya dengan seksama. Tampak rumput-rumput gajah basah yang tumbuh liar, tumbuh subur di sekelilingnya. Sejauh ia memandang, hanya batang rumput. Suara burung-burung berkicau dan gesekan ranting-ranting berpadu mengalunkan melodi desau resah.

“Di mana aku?”Ujarnya bergumam sambil berusaha keras untuk dapat berdiri. Setelah ia berhasil dengan susah payah ia kembali duduk. Ia belum mampu berdiri lama. Ia merasa kepalanya sangat pusing lalu ia memijat keningnya dengan pelan sambil meringis. “Apa yang terjadi denganku?”

Sekali lagi, ia kembali berusaha bangkit berdiri. Gagal. Akhirnya, ia mulai mencoba merangkak perlahan. Seluruh tubuhnya basah kuyub. Matahari sudah terbit namun terhalang oleh rumput-rumput dan pepohonan. Hanya bias cahaya lewat celah-celah rumput dan dahan menyelusup.

Ia pun kembali bangkit berdiri dengan sekuat tenaga meski dengan terhuyung-huyung dan berhasil. Betapa senangnya ia dan berguman kepada diri sendiri: “ Kamu bisa! Ada apa denganku? Mengapa aku di sini?”

Sedikit demi sedikit kekuataannya pulih dan ia dapat berdiri dengan tegak. Ia pun mengitari sekelilingnya. Tampak rumput gajah setinggi dirinya dan pepohonan yang menjulang tinggi. Tidak ada rumah terlihat. Hanya rumput dan pepohonan sejauh matanya memandang. Tidak ada tanda-tanda kalau tempat itu pernah dijamah manusia. Lalu ia mengebas-ngebaskan sekujur tubuhnya dari lumpur dan rumput yang melekat.

Grrrkh! Ia merasa bergidik. “Apakah ini hutan belantara? Bagaimana aku bisa di tempat ini?” Berbagai pertanyaan timbul dalam benaknya. Ia mencoba berjalan mengikuti instingnya agar dapat keluar dari tengah rumput gajah tersebut.

BACA JUGA:  Ketika Dina Menulis Diary

Ia menyeret langkahnya. Ada rasa lega dalam hatinya ketika ia melihat sesonggok tanah lapang di depannya. Hanya berapa meter lagi.Tanah liat. Tak terasa berapa lama ia berjalan. Ia menarik nafas lega. Baju hem lengan panjangnya sobek dan lengannya tergores dengan darah yang telah mengering. Celana jeansnya terlihat basah terbalut ketat berlumur lumpur basah.Baret-baret luka di sekujur tubuhnya.Terasa perih. Sesekali ia meringis kesakitan. Seringkali ia tampak menggigit bibirnya menahan rasa sakit. Matanya kembali mengitari sekelilingnya. Sepi. Hanya desau angin yang mempermainkan dedaunan dan ranting diikuti kicauan burung.

Ia pun tersadar. Sendiri di tengah hutan belantara tapi mengapa dan di hutan apa? Itu yang menjadi pertanyaanya.Ia pun memutuskan untuk keluar dari hutan dan mengerahkan tenaganya melangkahkan kakinya yang terasa berat dan terseok mencari ujung hutan yaitu perkampungan. “Semoga ada desa terdekat sebelum matahari terbenam.Aku harus bergegas.”Ujarnya mempercepat langkahnya.

Tiga jam perjalanan menyelusuri jalanan yang tampak terlihat samar seperti setapak jalanan. Ia tiba di ujung jalan setapak itu. Ia tersadar, jam tangan merk ternama di pergelangan tangannya masih utuh menempel menunjukkan pukul 11.30. “Bagaimana aku bisa di hutan ini.Melihat pakaianku sobek. Apakah aku terjatuh dari pesawat? Iiiih! Tidak mungkin. ”Ia bergidik membayangkan ia naik pesawat yang ia tumpangi jatuh tapi kenapa, tanyanya dalam hati menepis segala kemungkinan yang terburuk timbul di pikirannya.

Hei! Ia nyaris menjerit. Eits! Apa itu? Tampak matanya menangkap sesuatu di bebukitan di atas sebuah batu. Ia segera mencoba berlari tanpa menghiraukan rasa perih di tubuhnya. “Sebuah tas ransel wanita besar. Akha! Apa ini milikku?”Ia berteriak lalu mendekap tas ransel tersebut sambil memejamkan kedua matanya. Lalu, dengan pelan-pelan dan hati-hati ia membuka resleting ransel tersebut. Tampak familiar ransel itu baginya namun ia tak dapat memastikannya.

Ada peralatan P3K, Pembalut wanita.Tas kosmetik. Bedak dan lipstick, tonick dan lain-lainnya. Di kantong ransel ada Hp dan dompet. Beberapa pakaian kaos oblong dan pakaian dalam untuk perlengkapan 1 minggu.Ia duduk di atas sebuah batu besar. Dengan tangan gemetar ia membuka mencoba menghidupkan hp nya namun gagal. Ia meraih dompet pink ke biru-biruan. Ada lembaran uang ratusan dan lima puluhan ribu dengan jumlah yang cukup lumayan banyak. Sebuah KTP bertulis Lasy Marichy.Kartu mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Jawa Tengah.“Ahh!Aku pasti terjatuh dari pesawat. Ini barang-barangku pastinya namun bagaiman tas ini bisa terjatuh di atas batu dengan baik” Ia bergumam dengan sedikit rasa heran. Keajaiban, kata itu timbul dalam pikirannya sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi namun nihil. Ia mencoba menepuk-nepuk keningnya. Berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Tiba-tiba ia merasa sangat pusing dan…ia merasa sekelilingnya gelap. Bblukkh! Tubuhnya jatuh lunglai.

BACA JUGA:  Hujan Salju Turun di Kopeng

“Lasy, pikirkan lagi!Ini berbahaya. Aku tahu kau wanita pemberani tapi, petualangan kali ini sangat menakutkan dengan medan yang sulit ditahlukkan karena kita akan memasuki hutan Sumatera yang lebat dengan harimaunya yang terkenal ganas. Aku punya firasat tak baik dalam perjalanan kali ini.Bukankah aku sudah mengingatkanmu Lasy?” Tiba-tiba gadis belia itu tersadar dan penggalan percakapan itu mucul di pikirannya.Ia segera bangun dan duduk dengan menaruh kedua tangannya di kepalanya.

Dimas. Itu Dimas. Betapa senangnya.Ingatannya mulai kembali.“Lasy…namaku Lasy.Ya, aku Lasy.”Ujarnya berteriak kegirangan.“Aku mengingatnya. Namaku Lasy…Aku menemukan tas ranselku. Oh, Tuhan! Aku pasti dapat menemukan jalan keluar dari hutan ini.”Serunya optimis.

“Hahaha!Dimas. Bukankah kau yang membuat program petualangan ini dalam tim kita di kampus. Komunitas Petualangan. Mengapa justru menyurutkan semangatku.Bukankah pertama kali kau menyusun program kau ceritakan pertama kali ke aku?”Lasy menatap Dimas sambil tertawa dan melototkan matanya dan Dimas tampak tersentak.

Dimas adalah sahabat dekatnya.Lasy mengingat Dimas adalah ketua program petualangan menyusuri Hutan Sumatera. Misi yang dirancangnya dan ketika ia menyampaikan kepada teman-teman sesama pencinta petualangan tentu saja disambut gembira. Jiwa petualangan yang berani untuk menjelajah Hutan di seluruh Indonesia itulah misi group yang mereka bentuk, namanya  “Generation adventure”. Bukankah mereka lulus dalam pelatihan dan Lasy merupakan peringkat ke tiga dalam pelatihan terakhir saat mendaki gunung Merapi.

“Kali ini untuk para cowok Lasy. Mohon mengertilah! Jangan ikut ya?” Ujar Dimas dengan nada memohon.“ Ini tidak sama dengan petualangan mendaki gunung yang biasa dilalui banyak orang. Kita akan menjelajah hutan yang tak pernah dilalui manusia. Jadi tolonglah mengerti.” Tegasnya.

“Tidak bisa! Aku sudah memutuskan untuk ikut. Titik.” Tegas Lasy. “Lagi pula dalam sebuah petualangan cowok semua tidak seru. Coba kalian tonton film petualangan. Apakah kalian pernah menemukan semua pesertanya cowok? Gak seru deh. Monoton dan gak menarik. Mesti ada cewek itu baru seru!” Sambung Lasy dengan penuh semangat dan tersenyum lebar sambil mengepal jemarinya.

“Sudahlah Dimas! Biarkan Lasy ikut. Benar juga dengan adanya Lasy pasti lebih seru. Ada yang memasak. Bukankah dia pintar masak. Aha!!! Saya setuju…sip.” Rico menyeletuk sependapat.

“Saya juga setuju Lasy ikut. Selama ini dia sudah jadi tim perawat yang baik. Ingat waktu kamu jatuh sakit ketika kita mendaki gunung Merbabu. Iya kan!? Sampai-sampai kau biang jatuh hati pada Lasy. Hahaha! Lasy kamu siapkan perlengkapan kesehatan ya. Lasy harus ikut. ”Setyo pun mendukung keikut sertaan Lasy.

BACA JUGA:  Setangkai Mawar Merah

“Betul Dimas. Bagaimana pun kita sudah satu tim dan beberapa kali kita berpetualang dia lebih kuat dan tegar dari kita semua. Ingat waktu erupsi gunung Merapi? Yang sakit siapa? Setyo hahaha. Lasy mah yang juga masak bubur di camp.” Handoyo tertawa dan melirik Setyo yang nyengir mesem tapi akhirnya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju.

“Benar teman-teman. Aku tahu Lasy tangguh, kuat dan lainnya hanya untuk kali ini berbeda. Please! Program kali ini medan yang benar-benar perawan. Kita akan menjelajah hutan Sumatera yang terkenal ganas dengan harimau hutannya.” Ujar Dimas sambil menatap Lasy dan dengan nada sendu ia berharap Lasy bisa mengerti. Wajahnya tampak buram karena teman-temannya sangat mendukung Lasy untuk tetap ikut.

“Apa? Kau meremehkan aku Dimas. Lihat nanti kalian pasti beruntung karena aku ikut. Aku akan menyelamatkan kalian dari para harimau-harimau yang ganas. Papaku pemburu yang handal dari Sumatera. Aku ini darah Sumatera. Harimau takut denganku. Aku bisa menjinakkan harimau.” Ujar Lasy dengan nada serius sambil mengepalkan ototnya. Melihat itu, Rico tertawa.

“Benar tuh wah Lasy kamu bersemangat sekali. Ayo, buktikan nanti.Dimas berikan dia kesempatan membuktikan diri.” Sela Handoyo.

Mendengar perkataan Lasy berkata menyelamatkan dari harimau-harimau ganas Dimas sedikit tersentak dengan spontan matanya menatap Lasy tajam namun Lasy tak menghiraukannya.

“Baiklah!Jika itu keputusanmu Lasy tapi jangan salahkan aku jika harapanmu tidak sesuai dengan kenyataan dan ketika sesuatu terjadi.Aku tidak dapat menolongmu.”Kata Dimas dengan sedikit kesal dan lunglai lalu menarik napas pendek kemudian menghembuskannya dengan nada marah.

“Baiklah! Ini keputusan kalian! Hayo bersiap kita kumpul di kantin kampus besok pagi ya.Mohon teman-teman mengingat job masing-masing. Lasy kau tetap bagian kesehatan dan komsumsi.”

“Horee! Terima kasih Dimas.”Ujar Lasy melambaikan tangan sambil berlari menghampiri Dimas namun Dimas menghindar melangkahkan kaki ke arah membelakangi Lasy.

Lasy tampak menepuk-nepuk keningnya lagi. Menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha mengingat lebih banyak lagi. Di kepalanya hanya sepenggal kisah itu yang terpampang jelas dalam ingatannya. (bersambung…)

NB: Buku Lasy ini dalam proses cetak. Bagi yang ingin pesan Buku Novel ini dapat menghubungi 089604606949

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *