STFT Widya Sasana Ajak Umat Menjadi ‘Rasul Digital’: Mewartakan Injil di Tengah Arus Algoritma

INTERESTNEWS – ​KLATEN, — Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana Malang sukses menggelar seminar online interaktif bertajuk “Menjadi Rasul di Era Digital”. Seminar yang merupakan sesi kelima ini, diikuti 27 peserta, bertujuan mengintegrasikan pemahaman teologis tentang kerasulan dengan realitas ruang digital kontemporer.

​Narasumber utama, Romo Doktor Sefrianus Juhani, menekankan bahwa tugas pewartaan (kerasulan) bukanlah hal baru, melainkan telah menjadi strategi komunikasi sejak zaman Yesus dan para rasul. Romo Doktor Sefrianus Juhani mengupas tuntas bagaimana St. Paulus secara efektif memanfaatkan Agora (ruang publik kuno) sebagai platform untuk berdialog dan menguji iman.
​”Sama seperti Paulus menggunakan Agora, umat beriman hari ini dipanggil untuk menggunakan ruang digital sebagai ‘Agora’ baru. Ini adalah tempat iman diuji, dijelaskan, dan diteguhkan, namun juga menuntut kita untuk memahami etika digital dan kesadaran algoritmik,” jelas Romo Doktor Sefrianus Juhani.
​Tiga Pilar Kerasulan yang Relevan
​Dalam paparannya, Romo Doktor Sefrianus Juhani menggarisbawahi tiga dimensi kerasulan yang menjadi fondasi Gereja dan relevan bagi umat digital:
​Historis: Peran Rasul sebagai dasar Gereja dan sumber otoritas apostolik yang diteruskan melalui suksesi, seperti termuat dalam Lumen Gentium art. 19-21.
​Teologis: Rasul sebagai penyalur wahyu ilahi, dengan tokoh seperti St. Agustinus dan St. Yohanes Krisostomus sebagai contoh bagaimana para Bapa Gereja telah menggunakan sarana komunikasi pada zamannya untuk pewartaan.
​Eklesiologis: Gereja bersifat apostolik, di mana seluruh umat beriman dipanggil untuk mengambil bagian dalam misi kerasulan sesuai dengan panggilan dan karunia masing-masing.
​Tantangan dan Mandat Rasul Digital
​Menanggapi pertanyaan peserta mengenai strategi pewartaan Yesus, Romo Doktor Sefrianus Juhani mencontohkan penggunaan perahu sebagai platform media fisik oleh Yesus untuk menjangkau khalayak yang lebih luas—sebuah praktik yang mendahului strategi media modern.
​Namun, ruang digital juga penuh tantangan. Narasumber menyoroti bahwa algoritma sering kali memihak pada sensasi, memicu polarisasi, dan menyuburkan berita palsu (hoaks).
​Oleh karena itu, tugas fundamental Rasul Digital adalah:
​Mewartakan Injil melalui konten digital yang sederhana, menyentuh hati, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
​Bentuk konkret dapat berupa video singkat, renungan harian, kesaksian iman, dan ruang dialog digital.
​Gereja memiliki kewajiban untuk meluruskan ajaran sesat dan memastikan konten iman di ruang publik sejalan dengan ajaran Kristus.
​Seminar ditutup dengan sesi tanya jawab yang antusias. Peserta menyatakan komitmen untuk mentransformasi diri menjadi saksi kebangkitan Kristus yang efektif dan bertanggung jawab di tengah hingar-bingar era digital.
(Benneo)

Mari Bagikan
BACA JUGA:  Wali kota Salatiga Robby Hernawan Melepas 25 Kafilah MTQH untuk Berlaga di Tingkat Provinsi