INTERESTNEWS,- KLATEN – Sejumlah mahasiswa dan perwakilan lintas agama yang tergabung dalam Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) cabang Kabupaten Klaten menggelar diskusi mendalam (telaah anggaran) di Sanggar Kebangsaan, Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, mengenai struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Klaten tahun 2025.
Kegiatan ini bertujuan untuk menghubungkan persoalan di masyarakat dengan alokasi anggaran yang ada di pemerintah. Minggu (12/10/25)
Panitia acara, Suhardi Wiyanto, menjelaskan bahwa kegiatan ini menghadirkan beragam peserta, termasuk kawan-kawan mahasiswa dan perwakilan lintas agama.
“Tujuannya supaya kawan-kawan itu mengetahui bagaimana struktur anggaran itu dan ketika kita berbicara permasalahan yang ada di masyarakat, bisa dihubungkan dengan anggaran yang ada di pemerintah,” ujar Suhardi.
Sektor Kesehatan, Pendidikan, dan Infrastruktur Jadi Fokus
Diskusi tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok dengan fokus pembahasan yang meliputi empat sektor utama:
1. Kesehatan
2. Pendidikan
3. Infrastruktur
4. Pertanian
Meskipun keempat sektor tersebut sama-sama dibahas, diskusi menyoroti persoalan pelayanan publik. Isu yang paling menonjol dan memprihatinkan adalah di sektor kesehatan, khususnya terkait kebutuhan alat kesehatan.
“Yang paling menonjol tadi seperti halnya kaitannya BPJS, regulasi, dan juga infrastruktur,” kata Suhardi.
Kritik Pedas Terhadap Pelayanan Publik
Suhardi Wiyanto mencontohkan secara spesifik problem yang muncul di sektor kesehatan, yaitu kebutuhan akan alat cuci darah (HD) yang masih sangat kurang.
“Ini kan problematik bagi masyarakat yang harus cuci darah yang harus ngantri berpuluh-puluh tadi dikatakan ya kalau ngantrinya kelamaan kan ya antri nyawanya juga akan segera,” ungkap Suhardi.
Sayangnya, dalam diskusi ini, panitia belum mendapatkan dokumen APBD Klaten 2025 secara keseluruhan.
Namun, secara umum, disimpulkan bahwa masih banyak problem-problem pembangunan di Kabupaten Klaten yang belum menyentuh pada level yang sebenarnya, level-level orang miskin misalnya.
Langkah Lanjut: Advokasi dan Respon Pemkab
Kegiatan diskusi ini tidak hanya berhenti pada analisis. Suhardi menyebutkan bahwa kelompok ini hanya mengantarkan para peserta untuk bisa melihat realitas di lapangan dan membandingkannya dengan anggaran.
Ke depan, para peserta diharapkan dapat mengadvokasi diri dan kelompoknya baik di tingkat desa maupun kabupaten.
Harapannya, hasil telaah dan masukan mengenai pengelolaan anggaran yang belum optimal ini dapat direspons oleh Pemerintah Kabupaten Klaten untuk perbaikan alokasi dana publik.
(Sino)