Yang Begini Belum Pernah Kita Lihat

Oleh : Lasma MS

Saat krismon melanda Indonesia negeri kita tercinta sekitar tahun 98. Betapa lekatnya dalam ingatanku karena turut menyaksikan peristiwa kerusuhan, pembakaran gereja, bukit-bukit doa dan lain sebagainya. Termasuk Yayasan Doulos, tempatku bekerja dan melayani di bakar habis. Masa yang sangat memprihatinkan kala itu. Kemiskinan melanda masyarakat Indonesia. Harga melambung tinggi.

Waktu itu aku bersama adikku Lusi terjun dalam pelayanan anak remaja. Beberapa orangtua remaja mengalami krisis ekonomi. Penjual bakso, nasi goreng masyarakat bawah terimbas memprihatinkan. Memang dampak dari pertikaian politik atau kerusuhan korban pastilah ujung-ujungnya masyarakat bawah. Yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terpuruk.

Aku masih mengingat bagaimana kami menjual shampo, rinso, biskuit dan lain sebagainya langsung dari pabrik untuk kami jual murah atau keluarga-keluarga yang tidak punya modal, kami bantu. Mereka menjual produk ini dengan keuntungan yang cukup besar. Meski tidak bisa menolong semua, minimal kami melakukan bagian kami untuk bisa membantu agar mereka dapat bertahan. Bisa beli beras dan sekolah. Tapi, kami tidak menolong sebatas yang seiman kami menolong yang bisa kami tolong tanpa membeda-bedakan agama, khususnya di Stasiun lama sepanjang kali.

Kami juga membantu beberapa janda yang miskin. Membantu anak-anak dari keluarga-keluarga tidak mampu. Depok lama, itulah tempat yang kami fokuskan. Entah bagaimana dan datangnya dari mana kami selalu memiliki dana yang berlimpah, ada yang memberikan tapi tidak mau sebut namanya.

Baru ketika, di Manado, saya bertemu dengan seorang pensiunan BUMN dulu tinggal di Jl. Gelatik Depok bercerita, bahwa persekutuan merekalah yang terdiri PD Pengusaha-Pengusaha di Depok yang selalu mengirimkan rutin dana ke kami. Wahh!!! Tuhan Dahsyat menolong kami.

Kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, memberi beban bagi kami. Aku, adikku Lusi, ErnaAmbon, Kaleb, Thomas. Kami sangat semangat dalam pelayanan remaja. Semangat kami berkobar. Doa keliling, doa semalaman dan doa puasa. Bagi kami kondisi bangsa ini membutuhkan dukungan doa yang serius, khususnya agar bangkit generasi muda yang cinta damai.

Sejak kecil aku dibesarkan dalam lingkungan yang majemuk. Kota kelahiranku adalah kota yang sangat toleran. Meski aku aktif p[elayanan tapi aku memiliki sahabat dari semua suku dan agama dan itu menyenangkan. Menurutku agama itu panggilan setiap orang. Jadi, agama apapun itu adalah panggilan hidupnya. Namun, kadar kedalaman rohani seseorang menurutku itu pengalaman pribadi dengan Tuhan.

Jadi, menurutku Tuhan sangat mencintai keragaman. Jika  memang Tuhan ingin menciptakan satu agama Tuhan tidak perlu membutuhkan manusia. Dia dapat melakukanNya sendiri pasti terjadi. Mengapa Tuhan mengijinkan perbedaan? Tuhan ingin kita saling belajar, saling menerima dan dapat hidup saling berdampingan dengan kasih. Anak kembar yang sangat mirip pun kalau ditelusuri pasti memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

BACA JUGA:  Kasih Sayang Ibu Tidak Terhingga Sepanjang Masa

Namun ada saat yang aneh ketika dalam doa semalaman Tuhan menaruh sesuatu yang kuat di hatiku “Bawa anak remaja reatret!”. Aku menyampaikan hal ini kepada adikku dan teman-teman. Tentu saja responnya beragam. “Tidak masuk akal!” Itulah sebagian pendapat yang ada.

Hanya Lusi, adikku dan Kaleb yang bersemangat yang lain mundur teratur.  Jadi, kami kembali doa puasa dan bergumul tema apa yang akan kami bawa. Hasilnya adalah : Yang begini belum Pernah Kita Lihat” Kami mendoakan tema ini dan menemukan ayatnya jelas di kitab suci.

Aku pun menyusun program acara tersebut dan mendatangi Gembala Sidang Pdt. Jonathan Kusuma, tempat kami melayani di GBI Jl. Kartini Depok. Om Yona, demikian kami memanggilnya, tampak kaget setengah mati.

“Ah, jangan bercanda Lasma! Ini gila. Kamu tahu kan kondisi sekarang ini. Bukit-bukit doa, gereja di bakar. Ini riskan. Belum lagi biaya. Ini krismon Lasma.” Beliau menaruh ujung telunjuknya di keningku.

Tapi, kami menyampaikan kalau kami sudah mendoakan dan sudah sepakat.

“Tidak bisa! Pokoknya ini tidak boleh terjadi. Coba dipikirkan lagi. Saya doa puasa dulu tanya Tuhan apakah ini harus dilakukan. Kasih saya waktu 3 hari doa puasa berdoa!” ujarnya lagi tegas setengah tidak percaya.

Usai tiga hari kami mendatangi Om Yona dengan harap cemas. Ketika ketemu, betapa leganya kami : “ Saya rasa ini dari Tuhan tapi gereja tidak ada uang untuk bantu.” Jelasnya singkat.

Wah, tentu saja kami sangat semangat. Ketika kami sampaikan kepada anak-anak remaja. Meski kami dinaungi oleh gereja namun pelayanan kami interdenominasi.

Wow! Mereka sangat antusias dan tidak takut. Kami pun membuat kue bolu, kami jual setiap minggu. Membuat kantong koin dan menjualnya di sekolah-sekolah, di mall. Kami juga membersihkan mobil, pekarangan jemaat. Betapa semangatnya kami waktu itu dan hasilnya, kami mendapat dana yang berlimpah. Tiga kali lipat dari yang kami butuhkan. Ada yang memberi kamera bagus untuk dokumentasi. Memberi susu ultra, Indomie dan lain sebagainya. Kami melimpah dengan berkat dan dana.

Kami memilih villa Juwita di Sentul. Semula pemilik Villa kawatir tapi entah mengapa mereka pun memberikan ijin. “Jangan terlalu berisik!” Aku pun menjelaskan kami hanya seminar dan permainan siang hari. Villa Juwita tempatnya sangat sulit dijangkau di atas bukit.

Kami mencarter bus besar, kurang lebih 50-an anak-anak remaja termasuk panitia dan pembicara. Kami sangat semangat dan gembira. Sepanjang jalan kami bernyanyi memuji Tuhan. Indah sekali waktu itu. Namun, karena lokasinya berliku-liku kami nyasar malah masuk pesantren. Pas berketepatan seorang Kiay keluar. Pak Kiay tersebut dengan ramah menjelaskan posisi villa masih jauh. Kami salah jalan.

BACA JUGA:  Wajah Sukacita dan Ide Kreatif

Akhirnya beliau memutuskan untuk mengantar kami langsung. Wah, ini sesuatu banget. Dalam perjalanan beliau bertanya dan banyak memberi nasehat kepada kami. Wah, yang begini memang belum pernah kita lihat.

Tiba di lokasi. Sang Kiay yang baik hati tersebut menyalami kami dan menyuruh kami waspada. “Jangan sampai ada keributan ya, neng! Mereka dalam tanggung jawabmu.” Pak Kiay menepuk bahuku lembut. Aku pun mengucapkan terima kasih atas bantuan, nasehat dan kebaikannya.

Aku menyerahkan seluruh acara di koordinir adikku Lusi dan Kaleb di dalam ruangan untuk mengikuti seminar, Sex, Love & Dating. Sementara aku menjadi petugas keamanan di luar aula dan mengatur komsumsi.

Memantau villa karena ada sekelompok teman-teman pelayan satu gereja yang ikut tanpa diundang. Mereka yang sering mentertawakan acara kami ini. Yang selalu berkata : “Lasma kamu tidak berhikmat, ini krisis dan bukit doa, gereja banyak yang di bakar mana ada tempat retreat yang menerima.”

Jadi, mereka bertugas memantau dan full kritik. Mencari setiap titik kelemahan kami. Namun, kami sepakat berbaik hati menyambut mereka, memberi ruang tidur dan jatah makan. Oleh karena dana kami melimpah jadi kami pilih menu yang paling mahal. Hm! Menikmati hidup di masa krismon bersama anak-anak remaja.

Menjelang pukul 20.00 Wib tiba-tiba, salah seorang dari pemuda gereja itu mendatangiku dengan marah dan mencerca dengan banyak dakwaan.

“Lihat tuh Lasma. Kita di kepung. Kamu sih sok jagoan bawa-bawa anak-anak retret. Nah, sekarang siapa yang tanggung jawab. Hadapi tuh!” Ujarnya sambil mnyeretku melihat ke luar.

Kami melihat jelas dari atas. Benar, kami di kepung. Seluruh villa dikelilingi dengan orang – orang berbaju koko dan sorban. Tangan masing-masing memegang alat, linggis, kayu dll.

Beberapa orang yang tidak ikut masuk aula mengerumuniku dengan wajah ketakutan dan dengan wajah marah. Beberapa anak kecil menangis. Aku berusaha menenangkan mereka. Lalu aku memberi isyarat agar yang di dalam aula tidak perlu tahu.

“Aku akan masuk kamar berdoa, percayalah aku tanggung jawab atas semua ini.” Ujarku tegas tapi hatiku mulai ciut dan ketakutan amat sangat karena menyangkut nyawa banyak orang. Namun kadang ada ketenangan tapi kembali timbul ketakutan. Jadilah gado-gado.

Aku langsung masuk kamar dan tersyungkur berdoa. Aku menangis dengan hancur hati dan ketakutan dalam doa dengan mulut komat kamit dan air mata yang bercucuran. Aku seakan melihat jelas di hadapanku villa kami di serang dan di bakar. Anak-anak remaja kucar kacir histeris berteriak berhamburan. Anak-anak remaja di kejar.

Aku menangis.”Yesus, tolong!” keringat dingin mengucur deras.

Tiba-tiba seseorang berdiri tinggi besar di depanku, terjadi tawar menawar dengan pertukaran. Rasanya berat dan hancur sekali hatiku. “Kau harus mati kalau tidak semua kami akan bantai,” ujarnya. Lalu aku bilang: “Jangan! Jangan bunuh aku.”

BACA JUGA:  Air Mata Perempuan Adalah Kekuatan yang Tangguh

Namun tiba-tiba aku melihat adikku Lusi hampir di hunus dengan tombak dan spontan aku menjerit: “Aku mau bunuh saja aku lepaskan mereka!”

Deal! Aneh! Seperti sebua mimpi tapi nyata, seperti sebuah bayangan tapi nyata. Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan dan menjelaskannya.

Tiba-tiba seperti tersadar sebuah suara terdengar; “Jangan takut mereka menjaga!”

Mendengar ini aku segera bangkit. Ada damai sejahtera dan sukacita dalam hatiku sampai aku melompat-lompat dan berkata : “Terima kasih Tuhan!”

Aku menari-nari dan melompat-lompat sampai Edwin pemuda gereja itu membuka pintu. “Bagaimana? Mereka masih mengepung kita!”

“Ayo, kita temui mereka! Tuhan bilang jangan takut.”

Kami pun membuka gerbang dan melangkah menuju keluar. Dan apa yang terjadi. Aku terkejut di depan pagar Pak Kiay yang mengantar kami sedang berbicara dengan beberapa pemuda.

Spontan saja aku teriak : “ Malam Pak Kiay, mengapa kami di kepung?” Tanyaku.

Segera pak Kiay melihatku lalu mengulurkan tangannya menyalamiku.

“ Malam Neng, jangan takut. Kami di sini menjaga kalian takutnya ada penyusup dari desa lain. Kalau di sini mah aman Neng. Ayo, masuk! Kami akan di sini sampai kalian selesai acara.” Ujarnya sambil menepuk bahuku. Aha!

Wah! Seperti angin surga yang menyejukkan hati kami. Pak Kiay yang baik hati itu menepuk-nepuk bahuku dan kemudian menyalami aku dan teman-teman. Aku menangis sambil mencium tangan pak Kiay. Pak Kiay, terima kasih bapak di kirim Tuhan sebagai malaikat penjaga bagi kami.” Ujarku dengan tulus, beliau kembali menepuk pundakku.

“Silahkan lanjutkan acaranya!”

Hari itu semua acara berjalan lancar. Semalaman lewat dengan aman. Pagi hari aku memimpin peserta untuk melaksanakan senam pagi. Kami sangat bergembira hari itu. Menjelang sore kami pulang.

Adikku, Lusi sampai terpana mendengar penjelasan pengalaman kami sebagai petugas keamanan, ketakutan dengan kepungan dari pesantren tapi ternyata mereka menjaga kami sepanjang malam.  Dalam perjalanan aku menyampaikan kepada semua peserta apa yang dilakukan pak Kiay yang menghantar kami itu ketika kami tersesat. Untung jugalah kami tersesat kalau tidak mana kenal dengan pak Kiay yang baik hati itu. Kami semua kagum dan memanjatkan doa untuk bersyukur.

Itulah sebabnya, aku sangat percaya bahwa Islam yang saya kenal itu cinta damai dan penuh kebaikan. Tak heran tema yang kami dapat dari Tuhan : Yang Begini Belum Pernah Kita Lihat. Jadi kami melihat kebaikan Tuhan lewat pak Kiay yang mengerahkan para pesantren. Tanpa pamrih. Kenangan ini tak pernah kulupakan sampai akhir hidupku.(*)

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *