INTERESTNEWS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membanggakan sejumlah pencapaian Indonesia dalam perlindungan hak asasi manusia. Mahfud menyampaikan hal tersebut dalam forum ‘The 50th Session of the Human Rights Council’ di Jenewa, Swiss, Senin (13/6/2022).
Selanjutnya, Mahfud mengklaim RI telah meluncurkan National Human Rights Action Plan tahun 2021-2025 yang berfokus pada pemenuhan dan perlindungan HAM. Ada empat kelompok utama yang menjadi fokus Indonesia untuk pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut.
Sebagaimana dalam keterangannya, keempat kelompok tersebut adalah, kata Mahfud: “Perempuan, anak-anak, orang dengan disabilitas, dan masyarakat adat.”
Selain itu, Mahfud MD juga menyampaikan saat ini Indonesia tengah dalam proses meratifikasi kasus orang hilang. Hal ini tertuang dalam Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance. Ratifikasi ini akan melengkapi 8 dari 9 instrumen utama perlindungan HAM internasional.
Namun demikian, dalam kenyataannya Pemerintah dalam beberapa tahun ini justru bersikap oppurtunis (ambil kesempatan selagi memungkinkan). Apa yang Mahfud sampaikan bagaikan api jauh dari panggangnya. Kita dapat menyebutkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang masih terjadi terhadap masyarakat adat. Belum lagi kasus pelanggaran HAM lainnya, yaitu sejak kasus Munir hingga kerusuhan Mei 1998.
Nasib Masyarakat Adat Masih Menggantung
Laporan Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) dalam situs resminya menyampaikan dugaan pelanggaran HAM oleh pemerintah terhadap masyarakat adat di Indonesia sepanjang tahun 2021.
Laporan itu merinci ada peningkatan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat adat. Masyarakat adat tidak dapat mengakses hak atas tanah tradisionalnya. Ada pihak perusahaan yang seringkali berkolusi dengan aparat keamanan untuk merambah tanah masyarakat adat. Di sini pemerintah gagal memberikan pemenuhan dan perlindungan HAM.
Memang ada dugaan oknum pejabat pemerintah pusat maupun daerah turut bermain dengan menerima suap dari pihak perusahaan. Cukup banyak oknum terlibat dalam permainan ini, sehingga mereka terkesan saling melindungi satu sama lain. Kemudian mereka berupaya menciptakan suatu chaos (kekacauan) dengan mengadu domba masyarakat, sehingga masyarakat adat menjadi kambing hitam.
Sebagaimana mengutip data dari Amnesty International, mereka melaporkan 61 kasus anggota masyarakat adat mengalami kriminalisasi. Anggota masyarakat adat tersebut ditangkap tanpa proses hukum sepanjang Januari 2020 hingga Maret 2021.
Usaha dan upaya masyarakat adat mempertahankan tanah warisan leluhurnya berbutut kriminalisasi tersebut. Masyarakat adat mengadu ke pemerintah hanya sebatas memperoleh janji-janji manis dari pemerintah. Kasus pertikaian tanah dan hutan adat milik masyarakat adat sudah menggantung puluhan tahun. Ini tidak saja terjadi pada satu wilayah, tetapi juga cukup banyak wilayah tanah dan hutan adat masih bermasalah di nusantara kita ini. Beberapa di antaranya berada di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Terakhir, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga mencatat terdapat 12 kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas sampai hari ini. Lantas, apa yang bisa kita banggakan kalau demikian?
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan