INTERESTNEWS — Kita yang mengaku sebagai bangsa Indonesia harus mengetahui sejarah Hari Lahir Pancasila. Mengapa kita harus mengetahuimya? Alasannya sangat mendasar karena ada segelintir kelompok dari orang yang mengaku Indonesia ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Tentu ini sangat membahayakan bangsa dan negara Indonesia yang telah merdeka melalui perjuangan semangat persatuan dan kesatuan dari keberagaman. Keberagaman dari suku, ras, agama, kepercayaan, kebudayaan, dan sebagainya. Melalui ideologi Pancasila, keberagaman tersebut hidup dalam kebersamaan sebagai bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mari kita sejenak melihat kembali tonggak sejarah Hari Lahir Pancasila. Sebelumnya, Jepang memang pernah menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia tanggal 24 Agustus 1945. Karena itu, Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini beranggotakan 60 orang dengan Ketua Radjiman Wedjodiningrat, wakilnya Raden Panji Soeroso, dan seorang wakil Jepang bernama Ichubangasa.
Perumusan Dasar Negara Indonesia
Selanjutnya, BPUPKI menggelar sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945. Peserta sidang membicarakan tentang dasar negara Indonesia merdeka.
Cukup banyak tokoh menyampaikan pandangannya terkait dasar negara Indonesia merdeka tersebut. Namun demikian, ada dua tokoh pejuang yang banyak mendapatkan dukungan atas pandangannya, yaitu: Mohammad Yamin dan Soekarno (Bung Karno).
Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka, yaitu:
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Kemanusiaan
(3) Peri Ketuhanan
(4) Peri Kerakyatan
(5) Kesejahteraan Rakyat
Sementara itu, Sukarno mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka, yakni:
(1) Kebangsaan (nasionalisme)
(2) Kemanusiaan (internasionalisme)
(3) Musyawarah, mufakat, perwakilan
(4) Kesejahteraan sosial
(5) Ketuhanan yang berkebudayaan
Setelah itu, pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Sukarno memperkenalkan istilah 5 sila. “Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya,” kata Bung Karno. “Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi,” lanjutnya (kutipan dari Risalah BPUPKI (1995) terbitan Sekretariat Negara RI).
Pada tanggal tersebut, BPUPKI membentuk panitia kecil dengan anggota 8 orang yang bertugas menampung dan mengidentifikasi usulan semua anggota BPUPKI. Dari situ muncul dua kubu, yaitu: kelompok yang ingin mendirikan negara bersyariat Islam dan kubu lain kelompok nasionalisme tidak berdasar hukum agama.
Alih-alih, adanya perbedaan dua kelompok tersebut, BPUPKI membentuk panitia beranggota 9 orang yang bernama Panitia Sembilan. Panitia Sembilan adalah Sukarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, A. Wachid Hasyim, dan H. Agus Salim.
Kemudian Panitia Sembilan menghasilkan Piagam Jakarta berisi kesepakatan dasar negara: “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Selanjutnya BPUPKI menyelenggarakan sidang kedua pada 10-16 Juli 1945. Dalam sidang kedua ini, BPUPKI menyepakati dasar negara Indonesia merdeka adalah Pancasila dan rumusannya seperti pada Piagam Jakarta. Demikian pula Republik Indonesia menjadi bentuk negara.
Dalam hal ini, para peserta sidang membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyubbii Inkai pada 9 Agustus 1945 sebagai pengganti BPUPKI. Ketua PPKI adalah Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai wakil ketua.
Setelah itu, Jepang kalah perang dari Sekutu. Kesempatan itu, para pejuang kaum pemuda tidak menyia-nyiakannya, sehingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Kaum pemuda mendesak Soekarno dan Hatta sebagai wakil atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sehari kemudian saat PPKI bersidang hendak mengesahkan dasar negara Pancasila dan UUD 1945, datang perwakilan dari Indonesia Timur. Mereka memprotes isi Piagam Jakarta, terutama pada 7 kata, yaitu: “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Dari situlah terjadi diskusi lagi untuk mencari jalan keluar. Akhirnya para peserta rapat sepakat menghapus 7 kata pada sila pertama Pancasila, sehingga berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya, sila kedua hingga kelima tidak mengalami perubahan.
Makna Penghapusan 7 Kata
Penghapusan 7 kata tersebut merupakan kebesaran hati para pejuang bangsa Indonesia untuk merangkul sesama anak bangsa menerima perbedaan dan keberagaman. Sejarah ini tidak bisa kita lupakan begitu saja karena memiliki makna tersebut. Jadi Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia yang merangkul semua keberagaman yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada lambang negara Garuda Pancasila ada pita terbentang bertuliskan: “Binneka Tunggal Ika,” artinya walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu.
Inilah yang menjadi jatidiri dan ciri khas bangsa dan negara Indonesia yang tidak dapat kita temukan di negara-negara dunia manapun. Bahkan ada negara-negara yang iri dengan Pancasilanya Indonesia karena mereka sering terjadi perang saudara karena perbedaan. Kita patut berbangga Indonesia memiliki Pancasila.
Pancasila sulit untuk digoyahkan selama bangsa Indonesia masih banyak yang mendukung Pancasila. Sejarah Indonesia sudah membuktikan bahwa Pancasila tetap kokoh walaupun sudah berkali-kali digoncangkan dengan menggantikannya dengan ideologi lain. Akankah kita rela menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain? Sekiranya hal itu tidak akan pernah terjadi.
Karena itu, pada 2016 pemerintah RI melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus sebagai Hari Libur Nasional. Dengan memahami sejarah Hari Lahir Pancasila, kita berharap generasi muda bangsa Indonesia makin bangga dengan ideologi Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan