Ketika Dina Menulis Diary

Sisi tampak terharu ia mendekap Dina dengan erat. Mereka berdua terlarut dalam tangis.

“Aku sebenarnya mengasihimu Dina! Aku yang salah namun tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kita semua butuh berubah. Aku juga harus berubah, diarymu menyadarkan betapa tidak adilnya sikapku selama ini. Memang, perubahan itu butuh proses yang penting kita mau. Kita bisa berubah jika kita mau saling belajar dengan semua orang. Kasih itu tidak selalu dengan materi. Kasih itu juga dengan tegoran dan saling mendoakan. Hari ini gagal. Esok selalu ada harapan yang baru. Hidup yang baru untuk saling mengasihi bukan menghakimi” Kata Sisi panjang lebar. Keduanya kembali berpelukan.

Hari berganti-hari. Bulan berganti bulan dan tahun pun bergulir di Salatiga. Di sebuah Cafe Ceria milik Dina terdengar tawa ceria bergemuruh. Sorti karyawan Dina berulang tahun. Dina, selalu menggelar acara sederhana untuk setiap karyawannya, penuh keakraban dan kekeluargaan.

Dina juga memberikan kesempatan untuk makan murah sesuai isi kantong di cafenya bagi para mahasiswa. Setiap jumat ada makan gratis bagi para pemulung, supir angkot dan becak. Bahkan di bulan pauasa beberapa waktu lalu. Ia mengadakan bukber, termasuk juga para Jagboy dan Gojek Salatiga.

Dina kini bagai seorang biduanita yang selalu dirindukan semua orang dan karyawannya dengan tulus.  Dina sangat peduli dengan semua karyawannya. Sekarang ia tahu kini merekalah yang membuatnya bisa sukses lewat pengelolaan cafe dengan baik.

Sorti adalah karyawan yang di depaknya hanya karena alasan sepele, menyenggol Dina dengan kain pel tidak sengaja, kini Dina memanggil Sorti kembali. Sorti di percayakan sebagai manajer sebab ia cekatan dan rajin. Sorti, bekerja sebagai tulang punggung keluarga sebab ayahnya telah meninggal dan mamanya lumpuh, kedua adiknya masih SD. Kemudian Dina memberi kenaikan gaji pada Sorti atas kerja kerasnya selama ini.

BACA JUGA:  Setangkai Mawar Merah

Tawa Ceria hari ini memenuhi Cafe Ceria milik Dina. Sejuta eksperesi wajah ceria bercampur haru saat Dina hadir di Cafe. Dina mengadakan syukuran atas keberhasilan Cafe Ceria dan sekaligus perayaan ultahnya Sorti. Wahh!

“Buka kadonya. Buka kadonya..” Seluruh yang hadir bersorak-sorak gembira.

Seluruh undangan yang hadir menahan nafas. Apa gerangan kado dari Dina buat Sorti.

“Aku minta sahabatku Sisi membukanya.” Usul Dina disusul dengan tepuk tangan yang hadir.

“Aku saja..” Jordy segera mengambil kado itu dari tangan Sorti. Tentu saja Dina sangat gembira sampai ia melompat. Yes, katanya dengan lantang, idolanya yang kini jadi sahabat karibnya selain Sisi dan semua orang tak terkecuali seluruh karyawannya, termasuk penjual nasi kucing langganannya.

“Wow! Alhamdulilah! Buku cek dari Dina. Biaya berobat ibunya Sorti…tepuk tangan.” Jordy membacakannya dengan suara lantang. Sontak seluruh ruangan bergemuruh. Sorti menangis terisak-isak dan segera berlari  dan berlutut di hadapan Dina.

“Sorti, cepat berdiri! Jangan jadikan aku menjadi orang yang sombong dan jahat! Bersyukurlah kepada Tuhan. Aku hanya selang. Saluran dari berkatNya!” Dina Teriak dengan lantang pura-pura melototkan matanya. Mendengar ini semua tertawa dan bertepuk tangan gembira.

Dina menutup pintu kamarnya dengan lembut. Wajahnya cerah ceria. Senyumnya merekah. Ia melangkahkan kakinya di depan cermin. “Din, Lo tidak perlu cantik tapi sekarang lo tahu tidak sih? lo itu bersahaja..dan memang cantik, luar dan dalam. ” Kata Dina sambil mengacungkan kedua jempolnya ke atas lalu dilekatkannya ke cermin.

“Tuhan, terima kasih. Engkau telah mengubah hidupku lewat teman-teman yang mau jujur berkata tentangku. Ternyata, ketulusan, keterbukaan, kesederhanaan dan apa adanya itu begitu indah dan bersahaja. Terima kasih untuk teman-teman yang terbaik serta nasi kucing itu begitu enaaak mengalahkan restoran bintang sepuluh dan itu hanya kutemukan di Salatiga. Berkatilah kota ini ya Tuhan dengan semua pemimpin dan seluruh penduduk yang ada. Sejahteralah kotaku. Tentram dan damai selamanya.  Amin.” Ujar Dina memanjatkan doanya. Ternyata jadi orang baik dan murah hati itu menyenangkan ujar Dina dalam hati. (Tamat)

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *