Ketika Dina Menulis Diary

“Apa sih yang menarik dari tu orang. Cantik juga kaga.” Cetusnya menggerutu.

Sejak Dina bergabung di Class New Generation  dan jadi ketua pembina. Apalagi juga di sekolah kabarnya Sisi terpilih lagi sebagai ketua Osis, lengkaplah sudah rasa irinya kepada Sisi. Itulah awalnya sejak dari SMA kelas tiga hingga kini sama-sama mahasiswa di kampus yang sama. Dina, cewe imut semekot; semeter kotor tak sampai, tubuh kurus ceking, kulitnya hitam butek. Itu julukan Dina bagi Sisi yang doyan bermandi matahari di siang bolong terik. Yang memenuhi pikirannya dengan wajah yang sangat mengesalkan hatinya itu.

Mendengar ejekan Dina, saat ada kesempatan, misalkan saat rapat atau waktu yang tepat, berharap membalas. Uhu! Si Sisi bukannya kesal malah tertawa lepas, mengedipkan matanya sebelah dan tangannya kan melambai.

“Yuk Din, yuk gabung ama ogut yuk!” Sisi malah menggodanya.

“Haish! Menyebalkan.” Dina akan mencibir sambil membuang muka.

“Tks ya Din, telah mengingatkan diriku sebenarnya, hehe! Butek-butek gini,  produk dalam negeri loh. Asli bukan import.” Tawanya begitu berderai membuat Dina makin jengkel.

“Din, Sisi tuh hitam butek tapi butek-butek kereta api. Ia dibutuhkan banyak orang. Laris dan manis tapi dengan tulus hati ngga kayak lo karna duiiit lo.” Celetuk Jordy.

Nah, loh idolanya malah belain Sisi. Kesaaal pisan oih!

Lagi-lagi Sisi. Weh! Menyebalkan, desis Dina sambil menjatuhkan dirinya di kursi belajarnya. Ia lalu meraih balpoin dan buku diarynya.

Hari Jumat kelabu. Salatiga, Hari Rabu 18 Mei 2022

Diaryku, mengapa ada Sisi di Salatiga? Mengapa ia juga hadir di Kampusku. Mengapa juga ia hadir di Class New Generation. Sepertinya ia ada di mana-mana. Menghadang langkahku dan mencuri sukacitaku. Aku beda banget dengan dia. Bagai bumi dan langit tapi mengapa selalu saja dia yang berjaya. Mengapa bukan aku?

 Dua tahun aku di sini  dengan kemarahan tertahan. Setiap aku menatapnya sinis dan  tajam dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, ia selalu tertawa dan berkata: “Din, matamu itu indah loh coba melihatku dengan lembut. Wah, itu mata yang terindah yang pernah kulihat.” Sebeeeellll! “Beraninya dia. Emangna, siapa dia?”

Aku selalu menyorotnya dengan kedua ekor mataku dengan tajam dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Rasanya tidak ada yang special apa kale dia punya ilmu hypnotis?! Bisa saja..kog bisa-bisanya dia membuat semua orang terpesona n mendukung semua program-programnya.

Memang sih idenya cukup unik  tapi tetap saja…harusnya aku yang melakukannya..akh!

Diaryku, kaulah tempat curhat rahasiaku. Sejujurnya aku kagum pada dirinya, sebab aku tidak pernah melihatnya mengeluh, ia selalu tampak ceria. Ia juga dapat bergaul dengan semua orang yang itu tak bisa kulakukan.

Ia juga familiar dan tanpa malu-malu, makan nasi kucing di pinggir jalan. Sementara aku tidak mungkin melakukannya, sebab kelasku berbeda dengan dia. Aku kan dibesarkan di kota Jakarta, terpaksa sekolah dan kuliah di Salatiga karena keinginan orangtua. Belajar hidup sederhana, pesan papaku.

Mari Bagikan
BACA JUGA:  Setangkai Mawar Merah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *