Hujan Salju Turun di Kopeng

Cerpen

Oleh : Lasma M Simbolon

Hujan salju turun di Kopeng. Aku berdiri di puncak pegunungan Kopeng. Sementara mataku mengitari sekelilingku. Tanaman kentang dan wortel terlihat tertutup kabut.

Angin dingin bertiup kencang. Sepi. Tampak dari puncak kabut tipis menutupi kota Salatiga yang terbentang di lembah. Kota mini Salatiga terlihat indah diantara hiasan lampu-lampu yang sudah menyala, bagai kerlap-kerlip pelangi menjelang senja.

Aku termangu, menatap batu nisa Aisya Binti Nun. Kini tinggal kenangan. Waktu terasa begitu singkat. Hanya satu tahun. Helm pink bertengger di sana. Helm yang kuberikan sebagai kado ultahnya ke 17. Ah! Aku teringat tawa ceria dan rona bahagia kala itu.

“Wow! Vid, bagus pisan euh helmnya. Kog, warna pink? buat aku ya!”tanyanya.
“Lupa ya?! Hari ini ultahmu, nih, kado buatmu..” Aku mengusap kepalanya yang tertutup kerudung ungu muda.

“Aku sudah menduga kog! Pasti untukku. Tapi, ultah!?” Aisya tertawa kecil, giginya yang tersusun rapi terlihat manis. Tapi, tiba-tiba, ia tercenung. Setetes air mata bening mengalir di pipinya. “Akh! Vid. Rasanya aku terharu. Seumur hidupku baru mendapat kado ultah. Kau tahu?! Tidak ada tradisi merayakan ultah di rumahku termasuk di kampungku. Tanya saja, apa orangtuaku ingat tanggal lahir kami anak-anaknya? Mereka terlalu sibuk di kebun. Mengurus kentang dan wortel.” Ujarnya lagi.

Aku tersenyum, kutepuk pundaknya lembut. “Aisya, kita berdua memiliki pengalaman yang berbeda. Kesederhanaan membuatmu bersedih sedangkan aku kemewahan membuatku sedih.

Kesamaannya kita sedih dengan keberadaan orangtua kita tapi, kita harus belajar memahami, mereka berbuat seperti itu untuk kita. Iya, kan!?”

Wow. Aku terkesima dengan perkataanku, wah, pastinya aku sudah menjiplak nasehat mentorku kak Sanjaya. Tak apalah, desisku dalam hati. Heeh!
Aisya tampak mengangguk. Aku pun tersenyum lega. Manjur. Hm! Geer nih.

BACA JUGA:  Setangkai Mawar Merah

Lalu kutaruh helm pink yang masih terbungkus plastik itu di tangannya. Pink. itulah warna kesayangan Aisya.

Tak heran seluruh kamarnya penuh dengan pernak-pernik warna itu. Ketika pertama kali aku berkunjung ke rumahnya, wow, aku begitu terkesima melihat kamar belajarnya.

Serba pink dan ungu. Sampai aksesoris Hp dan latop pink habis. Indah dan menawan. Rapi dan bersih, meski lantai hanya dari tanah yang mengeras seperti terbalur semen tapi tidak mengurangi kerapihannya.

Rumahnya sederhana, terbuat dari papan dan sebagian bagian dalam terbuat dari tirai bambu tapi terlihat seperti dinding beton yang dicat minyak.

Tampak berkilau dan menarik. Rumah yang apik dan nyaman. Keluarganya dari nenek buyut adalah Jawa asli, Kopeng Tulen.

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *