INTERESTNEWS — Salah satu guru honorer SDN Kutowinangun 11 Salatiga yang enggan menyebut namanya mengeluh. Ia mengatakan: ”Saya ikut seleksi PPPK di tempat lain karena di sekolah saya mengajar tidak ada formasi. Saya lulus berdasarkan ambang batas dan nilai afirmasi, tetapi penyelenggara menyatakan saya tidak lulus karena bukan sekolah induk.” Jurnalis INTERESTNEWS menerima keluhan ini pada Rabu (17/11/2021).
Angin segar datang melalui Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kepada semua guru honorer, walaupun impiannya adalah CPNS. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan: ”Seleksi untuk rekrutmen satu juta guru PPPK berlansung pada Agustus hingga Desember 2021.” Ternyata proses rekrutmen PPPK tidaklah terlalu beda jauh dengan rekrutmen CPNS tentang formasi.
Baca juga: Pengabdian Guru Honorer Dihargai Murah, Tega Ya!
Banyak pengajar honorer yang mendaftar, ujian, dan memenuhi batas ambang kelulusan, tetapi tidak lolos karena tidak ada formasi dan bukan sekolah induk. Hal ini berarti sama dengan cara rekrutmen CPNS, sehingga banyak pendaftar yang gagal, kecewa, dan sedih. Sia-sia puluhan tahun mereka mengabdi bagi negara. Selain itu, cara tersebut tidak sejalan dengan rencana rekrutmen satu juta guru PPPK. Karena itu, untuk memenuhi satu juta guru mohon kepada pemerintah agar:
- memperlakukan guru honorer di atas 35 tahun yang sudah mengabdi puluhan tahun yang ada di dapodik diangkat PPPK dengan cara mendaftar PPPK sesuai dengan tempat kerja;
- Pemerintah tidak perlu menentukan formasi guru karena secara otomatis di mana sekolah yang ada guru honorer sudah pasti di situ kekurangan guru dan pasti sekolah itu ada formasi;
- guru honorer yang memenuhi ambang batas kelulusan, langsung ditempatkan di mana dia mengajar menjadfi guru PPPK.
Dengan demikian pemerintah mengimplementasikan sila kelima dari Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh guru honorer yang ada di seluruh Indonesia. Para guru tersebut adalah bagian dari rakyat Indonesia yang berhak mendapatkan keadilan sosial.
Keadilan Sosial bagi Guru Honorer
Presiden Jokowi pernah berkata keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang berkaitan dengan harga BBM. Jokowi mengatakan: ”Kebijakan BBM satu harga merupakan bentuk keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Perbedaan harga BBM di sejumlah wilayah luput dari perhatian, sehingga berakibat harga jauh lebih mahal ketimbang wilayah lain. Hal ini sudah barang tentu tidak sesuai dengan sila kelima dari ideologi bangsa Indonesia, yakni: Pancasila, Jumat (29/12/2017).
Kalau Jokowi bisa membuat kebijakan BBM satu harga sebagai wujud dari sila kelima, bagaimana dengan guru honorer? Mereka sudah 10, 20, dan bahkan 30 tahun lebih mengabdi kepada negara dengan gaji yang sangat tidak layak. Padahal mereka turut mencerdaskan generasi bangsa sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Bukankah para guru tersebut merupakan rakyat Indonesia juga?
Pewarta: Paulus Suyatno
Menurut saya seharusnya utamakan terlebih dahulu bpk/ibu guru honorer yg mengabdi di sekolah Negeri, jangan menyeleksi dari luar (sekolah swasta).
Sebab yg tidak lulus tes PPPK dan sudah lama mengabdi ditempat yg ada formasi akan tergeser dan bahkan tdk mendapat tempat mengajar. Karena yg tdk lulus tes belum tentu tdk bisa mengajar anak², jadi mohon kebijakan untuk dikaji ulang.