AGRA Desak Penghentian PSN PIK 2, Sebut Klarifikasi Menteri ATR/BPN sebagai Upaya Lepas Tanggung Jawab

Interestnews,- Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menanggapi pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid terkait terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut Tangerang.

AGRA menilai klarifikasi tersebut tidak cukup dan menegaskan bahwa proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 harus dihentikan. (20/1/25)

Dalam pernyataannya, AGRA menyebut klarifikasi Nusron Wahid sebagai upaya menghindari tanggung jawab. Seharusnya, keberadaan sertifikat di kawasan perairan Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang, sudah diketahui sejak awal.

Pasalnya, informasi mengenai SHM dan SHGB ini pertama kali terungkap melalui aplikasi Bhumi ATR/BPN—platform yang dikelola langsung oleh kementerian tersebut.

“Permintaan maaf saja tidak cukup. Penerbitan sertifikat ini telah menyebabkan keresahan dan penderitaan bagi masyarakat terdampak,” tegas Sekretaris Jenderal AGRA, Saiful Wathoni.

Nusron Wahid sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat dua SHGB di kawasan tersebut atas nama PT Intan Agung Makmur (234 bidang) dan PT Cahaya Inti Sentosa (20 bidang), serta 9 bidang SHGB perseorangan dan 17 bidang SHM yang tidak disebutkan pemiliknya.

Dari investigasi AGRA, PT Intan Agung Makmur diketahui merupakan perusahaan patungan antara PT Kusuma Anugerah Abadi dan PT Inti Indah Raya, yang memiliki keterkaitan dengan Agung Sedayu Group. Komisaris utama perusahaan ini adalah Freddy Numberi, sementara direktur utamanya adalah Belly Djaliel.

Kedua sosok ini juga tercatat sebagai pimpinan di PT Multi Artha Pratama, anak perusahaan Agung Sedayu Group.

Hal serupa berlaku untuk PT Cahaya Inti Sentosa yang disebut sebagai bagian dari PT. PANI, perusahaan patungan yang dikendalikan oleh Aguan dan Anthony Salim sebagai pengembang PIK 2.

BACA JUGA:  MUI GelarPengembangan Metodologi Pendidikan Akhlaq

Dengan adanya temuan ini, AGRA menegaskan bahwa keberadaan pagar laut di kawasan tersebut bukanlah hal yang terpisah dari proyek reklamasi PIK 2.

AGRA menegaskan bahwa penerbitan SHGB dan SHM di kawasan laut adalah pelanggaran hukum. Wilayah pesisir dan perairan merupakan daerah sempadan yang tidak dapat diklaim sebagai hak milik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Secara hukum, satu-satunya izin yang sah di kawasan laut adalah Izin Pemanfaatan Ruang Laut (IPRL), yang diajukan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, bukan melalui Kementerian ATR/BPN.

“SHGB dan SHM ini tidak cukup hanya dibatalkan. Semua pihak yang terlibat dalam penerbitannya harus diproses hukum, termasuk pejabat di Kementerian ATR/BPN yang bertanggung jawab,” ujar Wathoni.

Selain itu, AGRA juga menolak langkah pengukuran ulang garis pantai yang diusulkan oleh Menteri ATR/BPN. Menurut mereka, dokumen lama yang digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat tetap tidak sah, meskipun ada klaim bahwa garis pantai mengalami pergeseran akibat abrasi.

AGRA menekankan bahwa masalah utama dalam konflik ini adalah keberadaan proyek PIK 2 yang berstatus PSN.

Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah untuk mencabut status PSN proyek tersebut dan menghentikan seluruh operasional PIK 2.

“PIK 2 telah membawa dampak buruk bagi masyarakat pesisir Banten Utara. Presiden Prabowo harus segera mengevaluasi kabinetnya dan menindak semua pihak yang terlibat dalam skandal ini,” pungkas Wathoni.

Dengan semakin derasnya kritik terhadap proyek reklamasi PIK 2, tekanan terhadap pemerintah untuk bertindak tegas semakin meningkat. Persoalan ini tidak hanya menyangkut kepemilikan lahan, tetapi juga ruang hidup masyarakat, keadilan bagi rakyat Indonesia, serta kedaulatan negara yang seharusnya dijaga dan ditegakkan.( * )

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *