True Story
oleh : Lasma M Simbolon
Ketika aku mahasiswa semester II di Sekolah Tinggi Manajemen Industri Indonesia ( STMII), orangtuaku memintaku liburan Natal, pulang kampung.
Mereka berkata ingin membelikan mesin tik dan kacamata.
Kala itu kacamata mahal sekali, sebagai perantau, hidup kos dan mandiri belum dapat menyisihkan gaji untuk membelinya.
Aku kuliah sore hari. Pagi aku kerja di sebuah perusahaan Mie yang iklannya di bintangi oleh Benyamin S, si pelawak terkenal kala itu.
Nama mie nya Doremi dan Supmie yang memiliki aneka rasa. Rasa asam pedas merupakan mie kesukaanku disamping mie goreng, rasanya lebih sedap dari indomie kala itu.
Itu sebabnya omsetnya besar dan komisiku selalu bertambah-tambah, tapi tetap saja belum cukup karena banyak pengeluaran untuk kuliah.
Sebab aku tidak pernah minta uang kepada orangtuaku untuk biaya sehari-hari maupun untuk kuliah. Aku mandiri.
Wah! Ketika mendengar akan dibelikan kaca mata dan mesin tik yang sangat kuidam-idamkan untuk mendukung hobbyku menulis. Tentu saja aku sangat senang sekali.
Aku pun mengambik libur kuliah dan cuti dari kantor selama 3 minggu.
Aku berangkat dengan naik bus PMH dari Jakarta, Rawamangun, Jakarta – Timur.
Aku memilih perjalanan darat, karena ingin menikmati setiap perjalanan, pemandangan alam, desa, dan kota.
Sungai, lembah, danau, laut dan pematang sawah serta jalan aspal yang tak berujung. Dua hari tiga malam perjalanan. Hm!
Tiba di kota kecilku Sidikalang, rasa sejuk bergulir menembus sampai ke urat nadiku. Aroma khas kota kecilku terasa mewangi.
Roma si bungsu adik perempuanku, kutinggalkan masih batita, kini ia tumbuh menjadi gadis praremaja, cantik bermata sipit, pendiam tapi jenius.
Alsontan, si bungsu lelaki, usia Balita kini tumbuh menjadi remaja, ia akan bertahan sampai pagi bercerita denganku.
Hampir saja aku tidak mengenali mereka berdua. Lusi, dengan kemahirannya berbahasa Inggris dan Erna si jago matematika dan Kimia telah tumbuh menjadi gadis remaja yang penuh semangat. Aha!
Mama dan papaku tetap sama. Mama si pakar nasehat dan papa si keras yang penuh kritik.
“Kog, kamu sangat kurus, Si.” Ujar papaku menatapku lekat.
“Father, kalau di Jakarta gemuk tidak akan muat naik bus. Apalagi mengejar kereta, pasti ketinggalan!” Ujarku ringan.
Kami pun tertawa bersama. Setiap malam rasanya terlalu singkat untuk bercengkrama.
Sesuatu yang selalu aku rindukan, sebab selepas SMP, hanya sesaat menginjakkan SMA sudah pindah ke Jakarta.
Itu sebabnya indah sekali rasa kebersamaan bertemua Father dan Mother serta adik-adikku. Indahya!
Dulu, aku kadang jenuh dan bosan harus setiap malam mendengar nasehat mamaku tapi bertahun-tahun merantau dan tak bertemu, rasanya aku begitu merindukan semua nasehatnya lagi.
Semua itu sangat berguna membuatku tetap kokoh berjuang di tengah kehidupan metropolitan yang keras.
Jadi mendengarnya kembali seperti mendengar nyanyian surga yang begitu indah menyejukkan jiwaku.
Aku dapat merasakan kasih mama yang dalam lewat nasehat, omelan dan cubitan bak memutar kunci. Ups!
Duduk di tikar, usai makan malam dan menyimak setiap kata-katanya dengan sepenuh hati.
Jemarinya yang kaku mulai keriput menyusur rambutku yang panjang. Ah, tidak ada yang berubah! Kecuali hatiku yang bergelora, merindukannya lagi. Hm!
Aku mengisi setiap kesempatan bersama adikku Roma, Alson, Lusi dan Erna. Kami mengenang masa-masa kebersamaan.
Riang gembira. Banyak hal yang berubah, kota kecilku sudah semakin padat dan mulai terjadi pergeseran tradisi karena banyaknya pendatang baru yang tidak lagi berbaur.
Aku merasakan ada sesuatu yang hilang. Sebayaku kebanyakan merantau entah ke mana saja.
Kenangan yang tak terlupakan adalah saat aku bersama papaku ke kota Medan, berdua.
Jaraknya 4 jam perjalanan bus. Di Kota Medan, papa mengajakku menyusur pertokoan mencari mesin tik.
Ke dokter mata untuk periksa dan membeli kaca mata. Sambil menunggu kacamata selesai, papa mengajakku makan bakmi Medan yang sangat enak rasanya.
Mienya yang kenyal tapi lembut dengan dagingnya yang merah beraroma wangi yang hanya kutemui di kota Medan. Sebelum pulang makan panggang Karo.
Tiga minggu rasanya begitu singkat, aku harus kembali kuliah dan bekerja. Dengan bangga aku menenteng mesin tik yang sangat kuidamkan dan kacamata pilihan papaku, aku suka modelnya.
Aku naik mini bus ke kota Medan dan dari kota Medan kembali naik bus PMH. Berat badanku naik beberapa kilo.
“Jangan terlalu kurus!” Kata mama berbisik. “Kalau kurus biar duitmu banyak dikira tidak punya. Kalau begini, orang tidak tahu kau ada uang atau tidak.” Katanya lagi sambil tertawa.
Kami semua tertawa.
Selama dalam perjalanan aku seakan tidak sabar untuk segera tiba dan menggunakan mesin tikku. Aku ingin menulis banyak hal.
Akupun menikmati setiap perjalanan yang ada. Pemandangan kiri kanan yang berkejaran dengan bus. Terasa menyenangkan.
Pemandangan alam yang indah, melewati bukit dan lembah. Gunung dan jurang, serta awan yamg cerah kala itu.
Semua terekam rapi falam memoriky yang akan kutuangkan nanti di kertas hvs lewat mesin tik baruku. Tik! Tiiik! Tikkk!
Tak sabar hatiku untuk memainkan jejemariku di atas mesin tik baruku. Aha! kapan ya tiba di kos. Itulah yang ada dalam pikiranku.
Tiga hari dua malam dalam perjalanan. Harus sabar dan mengisinya dengan menikmati setiap perjalanan dan menikmati istirahat di malam hari.
Perjalanan dalam bus tidak lagi mengganggu, meski kadang oleng ke kiri dan ke kanan. Sebab sudah terbiasa bertahun-tahun di Jakarta.
Bergelut di bus yang mrlaju kencang. Berpacu, berkejaran dengan bus lain.
Sangat sulit mendapatkan tempat duduk karena srluruh bus padat penumpang seperti ikan pindang yang di susun berdiri tanpa ada sedikitpun ruang yang kosong.
Tak terbayangkan tangan-rangan bergantung pada tiang penopang bus di atas langit-langit bus.
Tak jarang aroma asam, apek dari ketiak-ketiak yang beraroma tajam, nyaris membuat pingsan bervampur aroma farfum yang beragam ketajaman baunya.
Alamak!!! Apalagi sore hari baunya semakin tajam.
Itu sebabnya jika hanya karena oleng ke kanan dan ke kiri, bila dapat tempat duduk maka dapat dipastikan aku pasti tertidur pulas.
Terbangun oleh karena teriakan : “Pejaten! Pejaten! Pasar Minggu!” Nah, aku sudah tiba. ehh!
Bus kami melaju stabil. Suasana sepanjang jalan di luar bus terasa teduh, tidak terik namun tidak juga mendung. Teduh.
Namun, ketika melewati Lampung, tiba-tiba bus kami mulai bergetar aneh dan bus mulai melaju kencang dan makin kencang tak terkendali.
Seluruh penumpang sontak saja mulai berteriak histeris.
Teriakan yang semakin histeris. Bus terasa seperti anak panah yang meluncur tak terkendali.
Aku memperkuat genggamanku ke besi penyanggah jendela. Aku duduk di kursi no 16 dekat jendela. Aku lebih memilih berdoa dari pada histeris. Jantungku berdegub kencang.
Sejak aku mengenal dan memiliki Yesus (Yeshua) sebagai Tuhan dan sahabatku, ada sesuatu yang berbeda dalam menghadapi apapun.
Meski sejak kecil terlahir Kristen tapi hanya sebatas identitas dan menikmati meriahnya Natal.
Namun, ada yang berbeda ketika keluargaku berlibur ke Pulau Samosir, Kampung halaman papaku.
Aku ingat usiaku masih 5 tahun dengan gaun berdasi di bawah lutut, berbintik-bintik coklat hitam, Itu sangat menyenangkan.
Namun, waktu aku tertidur, sementara yang lain pergi pe penggilingan padi, kondektur bus kami datang katanya ingin menjemputku untuk dibawa ke penggilingan katanya papaku menyuruhnya untuk menjemputku.
Aku percaya saja dan menyerahkan tanganku di tuntun olehnya.
Nyatanya ia membawaku ke jalan yang jauh dan tak kukenal, ke tengah hutan.
Ia memaksaku membuka baju sementara ia membentangkan sarung menunduk.
Aku dengan cepat melarikan diri ke tengah hutan. Waktu itu sudah menjelang petang.
Suasana hutan pun sudah mulai gelap. Aku berlari ketakutan dengan sekencang-kencangnya menerobos hutan.
Sang kondektur mengejar, mengumpat dan mengancamku.
Hingga suara itu hilang sama sekali. Aku sangat ketakutan dan aku berdoa sambil mennagis, Tuhan, jika Engkau benar-benar ada dan nyata tolonglah aku dan aku akan mempercayai dan mengikut Engkau sampai akhir hidupku.
Aku terus menerobos semak, pohon. Tiba-tiba di tengah kegelapan aku mendengar suara lembut menuntunku : “Lurus! Lari! Lompat! aku melakukannya sambil memejamkan mata karena begitu takutnya. Aku mengikuti tuntunan suara itu.
Ketika itu suara itu tiba-tiba berhenti. Aku terkulai kehabisan tenaga, persis di sisi sumur ternyata belakang rumah kami, aku pun jatuh pingsan. Masih sempat kulihat kaki dan telapak kakiku berdarah.
Ketika tersadar, aku merasakan guyuran air ke sekujur tubuhku. Alangkah senangnya hatiku melihat papa, mama dan beberapa sanak keluarga mengerumuniku.
Mereka berpikir aku dibawa roh halus, jadi mereka melakukan sedikit ritual, menyemburku.
Ketakutan dan trauma membuatku tidak berani menceritakan peristiwa yang sebenarnya hingga saat ini.
Sejak saat itu sang kondektur pun tidak pernah muncul lagi. Mungkin dia sudah dimangsa binatang buas.
Hutan sumatera terkenal dengan harimau sumatera yang buas dan papaku acap kali membawa kami berburu dan kami di kunci dalam bus.
Suara lembut yang memberiku keberanian dan menuntunku di tengah hutan itu, terngiang-ngiang siang dan malam. Aku percaya itu suara Tuhan tapi suara Tuhan yang mana.
Jadi setiap malam aku berdoa supaya si pemilik suara itu menunjukkan diriNya kepadaku. Jika Engkau Tuhan nyatakan diriMu kepadaku, itulah doaku bertahun-tahun.
Tepat di usia antara 15 – 16 tahun, di suatu malam aku bermimpi melihat cahaya kemilau di langit terbuka dan ada tangga seprti tahta samar-samar.
Aku tidak dapat melihat wajahnya yang kemilau namun aku melihat kakinya dan berlubang dan yang aku tahu dalam mimpi itu Dia Yesus Kristus ( Yeshua) dan aku mengenal suara itu seperti suara yang kudengar saat di tengah hutan
“Akulah Dia. Akulah jalan kebenaran dan hidup.”
Aku terbangun sambil menangis terisak-isak sambil berseru : “Yesus! Yesus! Yesus! Aku mencintaiMu. Aku mencintaiMu..Tolonglah aku.”
Sejak saat itu, aku menemukan diriku berubah. Aku yang tadinya penakut dan pendiam menjadi si pemberani yang tidak pernah berhenti menceritakan tentang Yesus yang hidup.
Aku mencari semua kitab suci. Aku melihat ada kemiripan antara Alquran dengan Alkitab jadi aku membacanya namun aku kesulitan memahami bahasa Alquran, yang aku pinjam dari tetangga.
Jadi, aku membaca Alkitab dengan sungguh-sungguh. Ada sesuatu yang hidup kutemui di saat membaca setiap ayat demi ayat.
Aku mengalami hubungan akrab dan supernatural dengan Yesus.
Dia menjadi sahabat dan selalu hadir menolong dan menghiburku di saat menghadapi apapun.
Aku dapat merasakan kehadiranNya. Dia pribadi yang nyata dalam hidupku. Aku dapat bicara dengan Dia dalam hatiku dan Dia akan menjawab.
Terkadang Dia memberitahuku hal-hal yang akan terjadi dan terkadang Dia membuatku tertawa dan bahkan menangis oleh karena kesalahanku.
Sejak mengenalnya, aku banyak mengalami mujizat demi mujizat yang membuatku semakin mencintaiNya.
Hati kecilku adalah tempat yang paling indah bagiku. Itulah tempat di mana Tuhan berbicara kepadaku.
Menegor dan menasehatiku dengan lembut. Aku merasakan hati kecilku adalah tempat teduh di mana Yesus tinggal tetap, berdiam dan berbicara dalam hidupku.
Itu sesuatu yang secret (rahasia) dan special dan aku selalu menjagainya untuk tetap terjaga murni.
Tiba-tiba bus kami berguling terbalik tapi tidak masuk jurang karena tersanggah tiang besi yang tertancap di pinggir jurang.
Brukk! Brukk!!! Brakkkk!!! Entah bagaimana, secara spontan aku dapat dengan mudah keluar dari jendela dan melompat keluar.
Tubuhku rasanya ringan. Segera aku periksa sekujur tubuhku, tidak ada yang luka, aku merasakan kepalaku terbentur dan kacamataku terlepas tapi,aku tidak merasakan rasa sakit.
Penduduk kampung segera berhamburan memberi bantuan dan mereka heran melihatku sudah duduk di aspal.
Namun kami segera berusaha membantu penumpang lain. Cukup susah payah untuk dapat mengeluarkan para penumpang dari bus karena posisi terbalik jendela pintu di atas.
Tidak ada yang meninggal tapi rata-rata mengalami luka dan beberapa patah tulang.
Aku menyusuri setiap kolong dan kursi mencari mesin tik dan kacamataku.
Aha! Mesin tik aman terhalang kardus besar tapi kacamata tidak ada. Sedih rasanya kehilangan kacamataku.
Semua sudah kucari hasilnya nihil. Bus sudah kembali ke posisi semula. Semua penumpang berusaha menenangkan diri dan yang luka mendapat bantuan obat-obatan dari penduduk setempat.
Aku pun berpikir kacamataku sudah hancur lebur, namun Tuhan di hati kecilku bicara “Jangan kawatir”, mendengar ini hatiku tenang.
Selang beberapa waktu, tiba-tiba, seorang tentara yang duduk di kursi paling belakang berteriak.”Siapa yang kehilangan kacamata. Nih, kog ada di kantongku!”
Aha! Aku tersentak dengan spontan dan yakin aku berteriak “Aku .” Semua orang tercengang melihat ke arahku dan ternyata benar itu kacamataku.
“Kog bisa?!” Ujar tentara itu heran dan semua orang pun heran.
“Itu pasti malaikat Tuhan yang menaruhnya di situ” Kata istri tentara itu takjub. Mujizat.
Aku terharu dan semua orang takjub kala itu. Tak terasa air mata ku jatuh menetes melihat betapa Dia memperlihatkan keajaibanNya yang nyata kepadaku lagi.
Pengalaman dengan Tuhan secara pribadi itu akan mengubah hidup kita,
Selamat hari minggu, selamat mempersiapkan ibadah bagi umat Nasrani di seluruh Indonesia dan dunia. Tuhan memberkati. Amin (*)