Perdagangan Karbon Mampu Raup Pendapatan 8.000 T

INTERESTNEWS — Pada Pertemuan G-20 lalu, Indonesia mampu memperoleh pemasukan devisa sebesar Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon dengan negara-negara lain. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan hal tersebut dalam acara Global Network Week di Universitas Indonesia, Jakarta, Selasa (15/3/2022).

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan bahwa hutan dan lautan Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan kredit karbon. Kita dapat bertransaksi secara global untuk target penurunan emisi di banyak negara dengan perdagangan karbon dari hutan, mangrove, dan gambut.

Ini berarti, kata Airlangga, “Indonesia memiliki potensi pendapatan sebesar 565,9 miliar dolar AS atau setara dengan Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon dari hutan, mangrove, dan gambut.”

Sementara itu, bagaimana komitmen Indonesia berupaya mengurangi emisi karbon? Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam UU Nomor 71 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. Target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia sekitar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Ekonomi Hijau

“Indonesia menetapkan target Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional,” tegasnya.

Dengan demikian, lanjut Airlangga yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar ini mengatakan, komitmen pemerintah untuk membangun fondasi ekonomi hijau. “Ada dukungan alokasi anggaran melalui skema APBN dan non-APBN dalam pembiayaan program ekonomi hijau. Anggaran perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1% dari APBN. Pemerintah membelanjakan 88,1% di antaranya dalam bentuk infrastruktur hijau sebagai modal utama transformasi ekonomi hijau di Indonesia,” jelasnya.

“Ekonomi hijau dalam dokumen perencanaannya telah masuk dalam RPJMN 2020-2024 dengan tiga prioritas. Prioritasnya adalah peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon,” tutur Airlangga yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).

BACA JUGA:  Sinergi Pemerintah Karanganyar dengan Para Pengusaha Muda

Jadi program ekonomi hijau inklusif sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional. Karena itu, pembangunan rendah karbon menjadi salah satu strategi transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045 dan nol emisi pada 2060.

Pewarta: Boy Tonggor Siahaan

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan