Isu Sosial Politik Uang Menjelang Pilkada

Interestnews, – Beberapa bulan lagi, pemilihan kepala daerah (atau pilkada) akan diadakan secara serentak pada bulan Februari 2024 mendatang.

Di dalam pemilihan ini, semua rakyat Indonesia akan memilih calon legislatif (disebut juga caleg) yang akan menjadi perwakilan mereka dalam partai politik.

Setelah terpilih, caleg kemudian akan menjadi anggota dari lembaga legislatif seperti DPR atau DPRD pada setiap provinsi dan kabupaten/kota.

Oleh karena itu, pilkada merupakan salah satu waktu yang sangat penting bagi sebuah negara, dimana rakyat memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin negara selanjutnya menggunakan hak pilih yang mereka miliki.

Namun, menjelang datangnya masa-masa penting seperti pilkada, tentu akan muncul adanya kecurangan dan cara-cara tidak pantas yang dilakukan oleh beberapa oknum demi memenangkan dukungan dan suara rakyat supaya mereka dapat terpilih dan naik ke posisi berkuasa.

Salah satu kecurangan yang sering kali terjadi saat menjelangnya pilkada adalah politik uang. Di dalam dunia politik sering sekali terjadi pemberian atau janji pemberian uang kepada calon pemilih untuk menyuap mereka.

Hal tersebutlah yang diberi nama politik uang. Cara ini adalah cara yang kerap kali terjadi menjelang masa pemilu, karena cara tersebut merupakan cara yang paling instan untuk mendapatkan suara rakyat.

Politik uang biasanya dilakukan oleh oknum-oknum caleg yang terbilang mapan, dan sudah lama berada di dunia politik. Biasanya uang tersebut berasal dari oknum caleg itu sendiri untuk mendapatkan kursi berkali-kali.

Pada dasarnya ketika politik uang ini dilakukan, akan terjadi yang namanya break even point atau bisa disebut juga pengembalian modal, dimana oknum akan mendapatkan hasil uang yang sama dengan uang yang dikeluarkan.

BACA JUGA:  Daftarkan Gerindra ke KPU, Prabowo Nyatakan Pemilu 2024 Adalah Adu Gagasan Program untuk Bangsa & Rakyat

Menurut M. Ziad selaku Sekretaris Jenderal Presidium Nasional FPMI dalam wawancaranya oleh CNN INDONESIA pada 24 Mei 2023 mengatakan bahwa setelah oknum mendapatkan posisi, mereka akan berusaha mengembalikan uang yang mereka keluarkan dahulu sebelum menjalankan tugas mereka untuk masyarakat.

Caleg tidak harus memberikan uang kepada rakyat untuk mendapatkan suara rakyat selama visi dan misi yang diberikan oleh oknum caleg tersebut tersampaikan dengan jelas kepada rakyat.

Namun pemberian uang dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah mendapatkan suara tersebut. Hal ini tidak hanya membuat pemilihan tidak adil, tetapi juga menghilangkan segala arti dari pemilihan tersebut sebab harta dan benda serta keuntungan pribadi menjadi hal yang terpenting dibandingkan kesejahteraan rakyat bersama.

Untuk pemilih, kenapa hal ini harus dihindari? Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi: “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

Jadi jika suatu saat diselidiki dan ditemukan bahwa seorang pemilih telah terlibat dalam kasus penyuapan, pemilih tersebut akan mendapatkan sanksi penjara. Tidak hanya hukuman itu sendiri, reputasi yang didapatkan pemilih setelah terkena hukuman penjara hanya akan mempersulit hidup pemilih tersebut kedepannya. Oleh karena itu, sangat disarankan kepada setiap calon pemilih untuk menolak segala pemberian uang suap, untuk kebaikan pribadi serta bersama.

Mari Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *