interestnews,- Menyelusuri kisah Tri yang begitu berat akibat kecelakaan yang fatal. Untuk interestnews.or.id mengunjungi DR. Timotius Susantiya, SpB di Klinik Mitra Setia, Ungaran. Rumah Sakit specialis tulang. Namun seiring waktu terus berkembang sesuai kebutuhan masyarakat luas.
Mulai dari maslah kandungan, umum dan lain sebagainya. Selain itu, tersedia juga tempat penginapan bagi pasien yang opname atau keluarga pasien yang jauh dan harus menginap. Harga bersahabat.
Dokter spesialis tulang lulusan Jerman ini, dengan ramah dan antusias menyambut kehadiran SP dan sebelumnya sedikit berkisah tentang perjuangannya merantau di Eropa.
Untuk dapat mencapai gelar kedokteran ia harus berjuang di Jerman dengan biaya sangat minim.
Bekerja keras hidup di negara asing untuk belajar bahasa dan kebutuhan hidup. Mengalami banyak mujizat dan anugerah Tuhan bahkan pernah dua kali mendapat kunjungan malaikat Tuhan disaat ia putus asa dan butuh pertolongan. Hingga ia kembali ke Indonesia untuk menjadi berkat bagi banyak orang.
“Salah satu Pasien saya, bahkan ada yang sampai pindah dan membeli rumah dekat sini.” Ujarnya sambil tertawa lebar.
Selama Di Jerman ia hidup dengan irit memilih makan yang paling murah. “Saya itu lahir dari keluarga yang sangat pas-pas an dengan 15 orang bersaudara.
Sejak kecil Timotius ingin jadi dokter dan kuliah di luar negeri.
“Suatu saat saya mengalami lawatan Tuhan. Saat itu, saya sedang berada di pojok ruang gereja (Gereja GKMI yang lama). Tidak diperbolehkan ikut karena masih kecil. Akan tetapi sesuatu jamahan Tuhan yang dahsyat menjamah hidupnya dan dipenuhi Roh Kudus.
Sejak itu ia sangat bersemangat dalam Tuhan dan membaca firman Tuhan, jelasnya dengan antusias.
Perjalanan hidupnya yang panjang penuh liku dan mujizat Tuhan selama 20 tahun lebih ia menuntut ilmu di kedoteran Jerman. Lulus dengan predikat memuaskan.
“Jadi, saya habiskan waktu berjuang dan belajar keras ….belajar…. dan belajar. Selama 20 tahun lebih hingga saya dapat menjadi dokter specialis tulang.” Papar dokter yang hobby pelihara ayam ini dengan penuh semangat dan antusias.
Ketika ditanyai tentang keberadaan Tri Lestari. Sejenak sang dokter yang terkesan serius nyatanya kaya dengan humor segar, sedikit tercenung seraya menarik nafas panjang.
“Wah, itu mujizat Tuhan! Terlambat sedikit hanya ada dua pilihan : amputasi atau mati pelan pelan tergerogoti oleh penyakitnya.” Ujarnya serius.
Menurut dokter Tim nama kecilnya yang akrab, pada tanggal 15 september 2016 Lestari datang ke rumah sakit Mitra Setia diantar dua orang. Tri tidak bisa berjalan sama sekali, dia naik kursi roda dan wajahnya kusut. Jika diajak bicara dia tidak fokus sedikit pun, matanya seperti juling. Tubuhnya sangat berbau.
Setelah dimandikan oleh perawat dan memeriksa pasien TRI. Di dapatkan : ada luka lebar sekali di tungkai bawah kaki kanan. Terlihat plat serta skrub kelihatan dan tercium bau busuk menyengat dari luka tsb. yang dari nya keluar cairan seperti nanah : Terjadi infeksi berat.
Masalahnya, jika ditangani membutuhkan waktu dan biaya besar.
“Kami di sini banyak menolong pasien yang kurang mampu. Tapi, kasus Tri ini kasus yang sulit. Amputasi adalahcara yang paling cepat dan murah. Tapi kalo saya mengerjakan rekonstruksi itu panjang, sulit dan mahal.” Jelas Dokter Timotius.
Akhirnya, Dokter Tim, nama kecilnya, sangat bersyukur karena kebaikan Tuhan buat Tri Lestari karena Ketua Sinode JKI Pdt. Adi Sutanto saat itu berkata : “Kasihan dengan kondisi Tri harus kehilangan kaki lagi saya akan usahakan biayanya berapa pun.”
“ Mendengar ini, saya pun tidak lagi memikirkan jasa dokter dan rumah sakit pun turut berkorban. Saya masih menyimpan dokumentasinya lengkap.” Jelas Dokter Tim kepada Lasma saat berkunjung ke RS Mitra, sambil menjelaskan secara rinci foto-foto kaki Tri Lestari sebelum dan sesudah ditangani.
Ilmu bedah infeksi itu harus radikal, yang paling mudah melalui amputasi. Ada cara tanpa amputasi tapi memerlukan waktu yang lama dan biaya yang sangat mahal karena harus merekonstruksi kembali. Hampir seluruh peralatan dan obat – obatan yang digunakan di import langsung dari Jerman.
Setelah sepakat dokter Tim mulai mengerjakan kaki Tri yang mana hampir 1/3 dari kaki dan tulang sudah membusuk harus di buang dan yang tersisa sehat hanya sedikit dan hampir patah.
Kemudian ia tanam “mata rantai yang namanya Septo Coll” dari German yang sangat mahal harganya .Mata rantai seperti mutiara yang berisi antibiotika.
Kini setelah melalui perawatan beberapa bulan (dan tiga kali seminggu harus control), kekuatan tulangnya sudah sangat bagus, maka “jembatan layang” atau Fixator Externa sdh bisa di cabut dan TRI di beri longsongan Gips.
Lestari juga sekarang ini sudah bisa jalan karena tulang dan kulitnya sudah tumbuh dan tidak kelihatan bekas luka.
“Kakinya Lestari itu, kaki termahal yang ada. Butuh ratusan juta kalau perhitungan biaya normal. Tapi bagi Tri Lestari semua gratis. Tuhan baik .” Ujar Dokter Tim sambil tertawa lebar dan senang melihat kaki Tri Lestari pulih kembali.
Sebagai spesialis tulang rupanya tidak terbatas hanya manusia saja. Seekor ayam peliharaan kesayangannya mengalami patah paha kanannya.
“Melihat ayam saya pincang. Timbul keinginan untuk merawatnya dan saya pasang gips dan ayam itu pun kembali berjalan.”
Tim pun tertawa mendengar pernyataan ini, sambil mengikuti langkah Dokter Timotius menuju menuju kandang ayam yang tertata rapi dan bersih. Benar saja! Ayam kaki ayam cantik itupun masih diperban kala itu. (**)