interestnews,- Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan resmi mengumumkan telah mengganti nama cacar monyet menjadi Clade demi mencegah stigmatisasi.
WHO mengatakan penggantian nama ini berdasarkan kesepakatan para ahli, dengan penamaan variasi Clade sesuai dengan daerah asal temuannya. Penulisan varian harus menggunakan angka Romawi dan huruf kecil mengikuti angka tersebut.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa nama penyakit itu harus diganti agar tak memicu stigmatisasi.
Melalui situs resmi WHO menyatakan bahwa konsensus tercapai untuk menyebut penyakit asal Cekungan Congo (Afrika Tengah) sebagai Clade I dan penyakit yang di Afrika Barat menjadi Clade II. Di mana II memiliki dua subvarian, yaitu Clade IIa dan Clade IIb. Varian yang belakangan tersebar masuk ke dalam kategori Clade IIb.
“Praktik terbaik saat ini adalah virus baru, penyakit terkait, dan varian virus diberi nama untuk mencegah pelecehan terhadap kebaikan kebudayaan, sosial, nasional, kawasan, profesional, atau kelompok etnis tertentu, dan meminimalkan dampak negatif terhadap perdagangan, perjalanan, pariwisata, atau hewan.” Ujarnya.
Asal Usul Munculnya Cacar Monyet
Pertama kali para ilmuwan menemukan virus ini pada tahun 1958 dan memberikan nama cacar monyet. Meskipun dinamai “cacar monyet”, sumber penyakit ini masih tidak diketahui. Namun, hewan pengerat Afrika dan primata non-manusia (seerti monyet) kemungkinan menyimpan virus dan menginfeksi manusia.
Kemudian kasus cacar monyet pertama pada manusia tercatat pada tahun 1970. Sebelum wabah tahun 2022, beberapa orang telah melaporkan terjangkit penyakit cacar monyet ini di beberapa negara Afrika tengah dan barat. Hampir semua kasus cacar monyet pada orang di luar Afrika terkait dengan pelaku perjalanan ke negara-negara yang mengalami wabah tersebut ataumelalui hewan impor.
Penyebaran Melalui Kulit
Penyebaran pertama kali datangnya dari negara Inggris saat warga tersebut melakukan perjalanan ke Negara Nigeria, Afrika Barat. Penyebaran penyakit ini dapat melalui kontak fisik kulit ke kulit. (6/5/22)
Anggota American Society for Microbiology, Madeline Barron, mengungkapkan, penyakit cacar monyet dapat menular saat seorang menyentuh barang-barang yang telah tersentuh oleh seorang yang terinfeksi.
“Bisa jadi kontak dengan seseorang yang memiliki ruam menular, seperti lesi, koreng, dan cairan tubuh,” ucap Madeline Barron.
Seorang pasien suspek cacar monyet ditemukan di Jawa Tengah. Pasien tersebut kini tengah menjalani isolasi dan pemeriksaan lebih lanjut di RS Dr Kariadi, Semarang. (3/8/22)
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril juga melaporkan, pasien tersebut bukan pelaku perjalanan luar negeri dan bukan dari kelompok gay alias pria yang berhubungan seks dengan sesama pria.
Menurut bebrapa sumber yang dapat dirangkum interestnews dari beberapa tenaga medis mengatakan; periode inkubasi cacar monyet berlangsung selama 5 sampai 21 hari dengan rerata 6 sampai 16 hari. Setelahnya akan melewati fase inkubasi, dan akan mengalami gejala klinis berupa: demam Demam tinggi, sakit kepala hebat, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri punggung dan otot, tubuh rasanya lemah dan mengalami bercak-bercak pada kulit.
Gejala ini akan muncul dari wajah dan menyebar ke bagian tubuh lainnya, seperti tangan dan telapak kaki. Seiring berjalan waktu, bercak tersebut nantinya bakal berubah menjadi lesi kulit makulopapular, vesikel, dan pustule, yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.
Antisipasi Cacar Monyet
Menurut kemenkes dengan tetap menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan menggunakan masker, menghindari populasi, dan mencuci tangan menggunakan sabun. Segera melakukan pemeriksaan apabila mengalami gejala cacar monyet seperti demam, dan muncul ruam ke fasilitas kesehatan terdekat, agar dapat segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. (bgs/l)