INTERESTNEWS — Dalam Perayaan Natal Nasional 2021, Ketum PGI Pdt Gomar Gultom, M.Th menyampaikan pesan Natal agar kita melawan resesi cinta kasih. Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) ini menegaskannya dalam Perayaan Natal Nasional 2021. Acara berlangsung secara online/live streaming dan TVRI menyeberluaskan melalui televisi nasional pada Senin (27/12/2021). Tempat berlangsungnya acara di GPIB Imanuel, Jakarta Pusat.
Dalam khotbahnya, Pdt Gomar mengilustrasikan kisah seorang bernama Narsis dalam mitologi kuno Yunani. Narsis terlahir sebagai seorang lelaki ganteng, tetapi dia tidak boleh melihat wajah atau bayangannya melalui cermin karena ada pantangan.
Suatu ketika Narsis berburu dan kehausan karena terik matahari yang menyengat. Dia menemukan telaga yang amat jernih. Ketika hendak mengambil air, dia melihat sebuah wajah di dasar air, yang tak lain adalah bayangannya sendiri. Dia begitu mengagumi ketampanan wajah itu. Dia berupaya meraupnya, namun tak kunjung berhasil. Begitu seterusnya hingga petang, dan menurut kisah itu, dia jadi gila dan tak lama meninggal.
Pesan dari kisah ini memperlihatkan gambaran tentang diri kita yang terlalu mencintai diri-sendiri tanpa mau berbagi cinta. Sebuah simbol keserakahan sekaligus kesombongan. Ini adalah penyakit yang menggerogoti kita tanpa kita sadari. Dalam istilah psikologi, para psikolog menyebutnya narsistik/narsisme. Istilah itulah kemudian banyak melekat kepada mereka yang terlalu sering selfy (selfi atau swa-foto).
Terlalu mencintai diri-sendiri dapat merongrong kehidupan kita. Kita ingin menjadi yang utama, tetapi engggan mengutamakan orang lain. Kita ingin menjadi perhatian, tetapi sulit memperhatikan. Akibatnya kita mengharapkan agar orang lain mencintai diri kita, tetapi kita enggan mencintai orang lain.
Jadi, terjadilah resesi cinta kasih: terlalu banyak orang yang membutuhkan cinta kasih, tetapi sangat sedikit orang yang bersedia mencintai. Terjadi ketimpangan antara demand dan supply (meminjam istilah ekonomi).
Pesan Natal Ketum PGI
Ketum PGI Pdt Gomar menyarankan agar kita melawan resesi cinta kasih itu dengan lebih banyak berbagi cinta kasih kepada sesama. Kita mencintai/mengasihi sesama tanpa memandang akan kepentingan diri-sendiri dan/atau kelompok kita.
Kita seringkali mau berbagi cinta kasih dengan perhitungan untung-rugi dan mengukurnya dari kepentingan diri dan kelompok. Bahkan kita sendiri tidak rela untuk berkorban demi sesama agar cinta kasih itu merasuk dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Di tengah realitas masa kini, kita mendengarkan seruan Natal: “Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaraan.”
Cinta kasih Kristus sangat berbeda dengan cinta kasih berasal dari dunia ini. Yohanes 3:16 mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal…” Hal yang kurang lebih sama juga dapat kita baca dalam Efesus 5:25, yang mengatakan, Kristus mengasihi jemaat, sehingga Ia “menyerahkan diri-Nya” bagi jemaat.
Artinya, cinta kasih Allah akan dunia ini, atau cinta kasih Kristus akan jemaat, mewujud melalui tindakan konkret, dan tindakan itu berupa pengorbanan.
Cinta-kasih sedemikianlah dapat menggerakkan kita dalam membangun persaudaraan. Cinta kasih yang tidak hanya tinggal dalam perasaan, tetapi lebih merupakan tindakan konkret. Karena itu, yang menjadi ukuran pertama bukannya memperoleh, tetapi adalah kerelaan memberi, bahkan keberanian berkorban.
Cinta kasih terbesar itu berlangsung di bukit Golgota. Di sana tidak ada romantisme: tidak ada kesyahduan rembulan, tidak juga rintik hujan yang menambah kemesraan. Yang ada adalah cinta kasih dalam bentuk pengorbanan berdarah.
Cinta kasih dengan kerelaan memberi dan keberanian berkorban seperti itulah harapan bagi kehidupan kita melalui perayaan Natal ini. Hanya cinta kasih sedemikianlah yang dapat menggenggam hati yang terasing. Ia dapat menjembatani keretakan dan mengutuhkan perpecahan, dan mengangkat derajat manusia yang selama ini terhina dan terjajah hak-haknya.
Sumber: Khotbah Pdt Gomar Gultom, M.Th dalam Perayaan Natal Nasional 2021
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan