INTERESTNEWS — Ridwan Hisjam usulkan Revolusi Energi Terbarukan Indonesia (RETINA). Sebagai anggota Komisi VII DPR RI, ia menegaskan paparannya pada acara The 10th Indo EBTKE ConEx 202. Ia mengusulkan RETINA untuk mendukung gerakan net zero emission atau emisi nol bersih.
Menurutnya, dalam hal ini pemerintah perlu membuat Undang-Undang.
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyelenggarakan acara ini dengan menghadirkan para narasumber lain di antaranya: Komisi VII DPR RI, PT. PLN (Persero), PT. Pertamina (Persero), PT Medco Energi dan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM RI serta Ridwan Hisjam mewakili Komisi VII DPR. Presiden Joko Widodo secara daring membuka acara ini dengan tema Utama “Energy Transition Scenario Towards Net Zero Emission.” Jakarta (22/11/2021).
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kekuatan dan potensi yang besar dalam sektor energi terbarukan. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menuturkan bahwa Indonesia memiliki 4.400 sungai yang besar maupun sedang yang dapat digunakan sebagai hydro power.
Namun, potensi tersebut juga harus mengikuti skenario yang baik untuk masuk ke transisi energi. Menurut Presiden, perlu mempersiapkan peta jalan yang jelas seperti pendanaan maupun investasi.
“Pertanyaannya, seperti apa skenarionya sekarang? Itu yang saya tugaskan kepada Pak Menko Maritim dan Investasi dan juga pada Pak Menteri ESDM, plus Menteri BUMN. Yang konkret-konkret saja, tapi kalkulasinya yang riil, ada itung-itungan angkanya yang riil,” lanjutnya.
Ridwan Hisjam menjelaskan ada tiga hal yang dapat yang menjadi penghambat gerakan Revolusi Energi Terbarukan ini: pertama Indonesia belum maksimal dalam mewujudkan energi terbarukan padahal sumber daya energi terbarukan melimpah (Filosofi). Kedua, Indonesia belum optimal memanfaatkan energi terbarukan meskipun memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah (yuridis). Ketiga, peraturan yang dibuat pemerintah sering kali berubah-ubah, sehingga belum dapat menjadi landasan hukum yang kuat dan menjamin kepastian hukum (sosiologis). “Itulah sebabnya mengapa UU energi terbarukan perlu dibuat agar payung hukum atau pijakan kita kuat.”Paparnya dengan tegas.
Pemerintah Harus Siap Mewujudkan Payung Hukum Energi Terbarukan
Mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo pada acara G20 menyatakan bahwa Indonesia bisa net zero emission targetnya di 2060. Untuk itu persiapannya harus dari sekarang dengan menyiapkan payung hukum untuk energi terbarukan.
“Presiden menyatakan bahwa Indonesia bisa energi terbarukan pada 2060. Untuk itu, persiapannya harus dari sekarang dengan menyiapkan payung hukum untuk energi terbarukan. Harapan kami, tahun 2022 UU Energi Terbarukan sudah jadi atau sah,” ujarnya dengan lugas.
Selain itu, Ridwan mengatakan dukungan pemerintah dan komitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060 konsisten. Hal ini, membutuhkan kerja keras dan kesiapan dalam pendanaan yang tidak sedikit.
Pemerintah sendiri menyampaikan bahwa pendanaan dalam rangka memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC) penurunan emisi karbon hingga 29% (sebesar US$ 365 miliar) pada 2030 terpenuhi secara mandiri dan sebesar 41% (sebesar US$ 475 miliar) dengan pembiayaan dari dukungan internasional.
APBN tidak akan cukup untuk mendukung komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon, dengan kebutuhan biaya minimal US$ 5,7 miliar per tahun untuk transisi energi. Oleh karena itu, investasi dari sektor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri akan sangat penting, namun perlu juga mencari cara untuk menghubungkan sumber keuangan negara dengan sektor swasta, baik domestik maupun multinasional dalam rangka mencapai target yang telah dicanangkan.
Tiga Syarat Terwujudnya Energi Terbarukan
Ridwan Hisjam sebut juga untuk mewujudkan energi terbarukan perlu tiga syarat. Pertama payung hukum yang kokoh. Teknologi yang mumpuni. Ini yang butuh pembiayaan besar. Kemudian SDM yang kompeten.
“Saya kira kita sudah punya BRIN untuk mendukung hal itu,” tambah Ridwan.
“Di sini saya merumuskan lima rekomondasi, agar target yang kita harapkan tercapai.
1. Segala pencapaian target negara untuk emisi karbon harus mengedepankan pengelolaan energi secara adil, keberkelanjutan, berwawasan lingkungan hidup dan mandiri serta memberikan manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
2. Presiden Republik Indonesia komitmen Pemerintah dalam memberikan arahan di hadapan CEO dan Komisaris BUMN, patut kita apresiasi dan dukung dalam rangka membangun kemandirian bangsa terutama dalam mewujudkan kemandirian terknologi energi, khususnya energi terbarukan.
Baca juga: Energi Terbarukan, Ridwan Hisjam Sebut 3 Syarat Revolusi
3. Pemerintah Indonesia masih perlu mengembangkan Roadmap jangka panjang dalam mencapai Netral Karbon pada 2060 di mana rencana tersebut harus meliputi berbagai aspek termasuk pembiayaan dan masa transisi energi.
4. Strategi utama dalam mencapai target Netral Karbon 2060 salah satunya melalui pengembangan energi baru terbarukan secara massif, pengurangan pemanfaatan energi fosil atau pemanfaatan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
5. Perlu segera gotong-royong semua pihak dalam rangka melakukan Revolusi Energi Terbarukan Indonesia (RETINA) untuk mencapai target NZE, baik dari DPR RI, Pemerintah, BUMN, Akademisi, Pelaku Usaha, serta sektor industri yang terkait.
Sebagai penutup Ridwan menaruh harapan segala pencapaian target negara untuk emisi karbon harus mengedepankan pengelolaan energi secara adil dan keberkelanjutan.
Energi bersih dan berkelanjutan harus menjadi center dari upaya bangsa kita dalam memerangi perubahan iklim. Segala manfaat dari pencapaian target tersebut harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Mengutip dari pendiri bangsa Ir Soekarno yang telah mengamanatkan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus berdasarkan pada jiwa dan semangat pasal 33 UUD 45. (In)